INDONESIA, Jakarta (1
November 2012).
Seorang siswi di sebuah SMP swasta di Jawa Barat, melakukan kesalahan
yang fatal ketika menerima pertemanan seorang yang tak dikenal lewat Facebook.
Berawal dari media sosial itu, sebut saja C (14), kepincut bertukar nomor telpon dengan pria yang pastinya manis
itu, bahkan ia sampai nekad mengatur pertemuan dengan teman Facebook yang akan
membuat hidupnya sengsara itu.
Kasihan C, ia pun tega membohongi ibunya. Dengan alasan hendak
mengunjungi teman yang sakit dalam perjalanan ke latihan koor gereja, C ikut
kendaraan yang dibawa oleh pria yang diidentifikasi C bernama Yogi.
Hari itu, Minggu, 23 September
2012, pria ini membawa lari C dari Jakarta sampai ke Bogor, di mana ia
dicecoki minuman keras dan diperkosa.
Yogi ternyata adalah seorang residivis kasus pencurian dan narkoba. Nama
aslinya adalah Catur Sugiato (24),
sudah sempat tiga kali ditahan di Lapas Paledang, Bogor.
Facebook dan perdagangan manusia
Di tahun ini, 27 dari 129 anak-anak yang dilaporkan hilang ke Komisi Nasional Perlindungan Anak (KNPA)
diyakini telah diculik setelah bertemu penculik mereka di Facebook, ungkap
ketuanya, Arist Merdeka Sirait. Salah satu dari mereka telah ditemukan tewas.
Banyak anak muda Indonesia, termasuk orang tua mereka, tidak menyadari
kemungkinan munculnya bahaya ketika membiarkan orang asing melihat informasi
pribadi mereka secara online. Para remaja sering memuat foto dan data pribadi
seperti alamat rumah, nomor telepon, sekolah dan tempat nongkrong tanpa
menggunakan pengaturan privasi - sehingga memungkinkan orang untuk mencari
mereka secara online dan mempelajari segala sesuatu tentang mereka.
27 penculikan terkait Facebook yang dilaporkan ke KNPA tahun ini telah
melebihi 18 kasus serupa yang dilaporkan di tahun 2011. Secara keseluruhan,
Gugus Tugas Nasional Anti Perdagangan Manusia mengatakan 435 anak yang
diperdagangkan tahun lalu, sebagian besar untuk eksploitasi seksual.
Banyak yang memerangi kejahatan seks anak di Indonesia percaya bahwa angka
sebenarnya adalah jauh lebih tinggi. Anak yang hilang sering tidak dilaporkan
kepada pihak berwenang. Stigma dan rasa malu sering menyertai kejahatan
pelecehan seksual di Indonesia, dan ada anggapan luas bahwa polisi akan
melakukan apa-apa untuk membantu.
Stigmatisasi serta mitos bahwa pihak polisi takkan membantu harus kita
atasi jika kita ingin menyelamatkan anak-anak Indonesia dari kejahatan
perdagangan manusia.
Sebuah laporan ECPAT Internasional memperkirakan bahwa di Indonesia,
setiap tahun ada 40.000 sampai 70.000 anak menjadi korban perdagangan manusia,
pornografi atau prostitusi.
Departemen Luar Negeri AS juga telah memperingatkan bahwa semakin banyak
gadis Indonesia yang direkrut dengan menggunakan jaringan media sosial. Bahkan
dalam sebuah laporan tahun lalu, dikatakan bahwa para pelaku kejahatan
perdagangan manusia "mulai melakukan penculikan langsung anak perempuan
dan wanita muda untuk eksploitasi secara seksual di dalam negeri dan luar
negeri."
Pelecehan anak online dan eksploitasi seksual banyak terjadi di sebagian
besar Asia yang masih terus dirundung dengan kemiskinan.
"Di Filipina, ini adalah
puncak gunung es. Ini bukan hanya media sosial dan Facebook, tapi juga melalui
SMS... khususnya kaum muda, mereka yang rentan menjadi sasaran," kata
Leonarda Kling, perwakilan regional untuk Terre des Hommes dari Belanda, sebuah
lembaga nirlaba yang menangani isu-isu perdagangan manusia.
"Semua ini berkaitan dengan
janji pekerjaan yang lebih baik atau bahkan telepon yang bagus atau apa saja.
Anak-anak muda, dengan semua keglamoran dan hal-hal yang menarik di sekitar
saat ini, Anda lihat mereka ingin memiliki BlackBerry terbaru, fashion terbaru,
dan juga cara untuk mendapatkan hal-hal ini."
C yang malang
Kepada wartawan C mengaku mendapat pelakuan kasar dan disekap. Bahkan,
ia selalu dipukul bila menolak melakukan hubungan badan dengan 'Yogi'.
"Dia sering memukul saya
kalau tidak mau melayaninya. Tak cuma itu pak, dia juga sering memaksa saya
untuk minum minuman keras. Saya takut pak. Setiap hari saya dijaga dua sampai
tiga orang pria," katanya dengan nada memelas.
C hampir saja dijual ke Batam, untunglah seorang wanita parobaya
mengenalinya di stasiun bis dan menariknya. 'Yogi' pun kabur.
Orangtua korban berharap polisi segera menangkap penculik dan pemerkosa
anaknya. Mereka meminta polisi menjatuhkan hukuman yang setimpal terhadap
tersangka. Tidak hanya sakit hati, keluarga juga terbebani dengan rasa malu.
"Kami ingin pelaku dihukum
mati saja. Kami ingin hukuman yang setimpal, biar dia merasakan apa yang kami
dan keluarga rasakan," kata ayah C saat ditemui di kediamannya di Jawa
Barat, Kamis 11 Oktober 2012. Sampai pada pemberitaan ini Catur Sugiato masih berkeliaran.
Tragedi sekolah
Namun tragedi yang harus dialami C tak berhenti di situ. Bukannya
menyediakan konseling dan support group untuk C, sekolahnya, SMP Budi Utomo,
justru tak mau lagi menerima C sekolah di situ. Ia sempat diusir keluar dari
kelasnya.
Bukannya mengurangi tragedi yang C alami, namun sekolah ini pula adalah
sebuah tragedi. Saya akan malu membawa ijazah dari sekolah ini.
Maret 2012 lalu, Komite Nasional Perempuan Mahardhika bersama
koordinatornya Dian Novita menggelar aksi unjuk rasa di Bundaran Hotel
Indonesia. Mereka menyoroti terjadinya kekerasan seksual yang kerap terjadi dan
menimpa kaum perempuan. (Aktivis
perempuan)
Menurut data Komnas perempuan tercatat dari tahun 1998-2010 kasus
perkosaan merupakan jenis kekerasan seksual yang paling banyak terjadi, yaitu
4.845 dari 8.784 kasus. (Perempuan demo)
C, jangan menyerah. (MP)
SHARED BY
LOG
No comments:
Post a Comment