Fundamentally, "church"
is not:
a time,
an address,
a building,
a service,
a program,
a class,
a meeting,
an organization,
a staff team.
"Church" is a way of being in
the world - everywhere, all the time, with everybody.
"Church" is being:
love,
peace,
acceptance,
kindness,
compassion,
understanding,
beauty,
freedom,
courage,
goodness,
hope.
Next time someone asks you, "Where
do you go to church?" Answer, "Go to church? I am the church."
SHARED BY
LOG
Buku Stephen Hawking terus disoroti oleh berbagai kalangan,
pro maupun kontra. Pembahasan dapat dikelompokkan ke dalam dua bidang : ilmu
pengetahuan (Fisika) dan agama. Komentar seorang rabbi Yahudi mengatakan bahwa
ilmu pengetahuan mencari/menemukan fakta; agama menafsirkan fakta. Larry King
dari CNN membahas kalimat “dunia
diciptakan dari yang tidak ada menjadi ada. Adakah yang menciptakan yang tidak
ada ?” Pertanyaan-pertanyaan filosofis yang tidak ada jawaban final.
Kita percaya bahwa menurut Firman Tuhan, (Ibrani 11:3) Tuhan menciptakan semua yang ada. Ayat ini menyatakan
proses terjadinya penciptaan, bukan untuk membuktikan bahwa Tuhan itu ada.
Alkitab tidak ditulis untuk membuktikan keberadaan Tuhan. Keberadaan Tuhan
adalah sesuatu yang “given”, yang
harus kita terima. Seperti tertulis di Kej
1:1, “Pada mulanya, Allah menciptakan
… “. Di dalam alam semesta ini, banyak fakta yang membawa kita kepada
keyakinan iman bahwa Tuhan itu ada. Dia adalah satu Pribadi yang mempunyai
maksud dalam menciptakan alam semesta. Tuhan adalah roh yang mempunyai
kehendak, perasaan,
intelek, sebagai satu Pribadi. Contoh: Kalau alam semesta
terjadi karena hukum gravitasi yang tidak punya pribadi, dari mana umat manusia
memiliki etika moral yang dapat membedakan apa yang benar dan yang salah ? Dari
mana rasa bersalah itu timbul, kalau bukan bagian dari suatu pertanggungjawaban
atas tindakan kita. Singa membunuh korbannya tanpa rasa salah, manusia membunuh
sesamanya, akan dihantui rasa bersalah.
Pandangan Stephen Hawking yang sekuler berusaha mengeluarkan Tuhan dari
penciptaan alam semesta. Tuhan terlalu besar untuk dikeluarkan dari
ciptaan-Nya. Mazmur 19 menyatakan
bahwa ciptaan Tuhan menyatakan kemuliaan-Nya. Banyak orang berpandangan
sekuler, yang berusaha mengeluarkan Tuhan dari hidupnya. “Aku adalah aku”, kata mereka. Ucapan ini hanya benar kalau
diucapkan oleh Tuhan sendiri. Kalau manusia yuang mengucapkannya, jelas dia
tidak kenal jatidirinya. Manusia memerlukan Tuhan. Tanpa Dia, kita tidak dapat
hidup, apalagi menerima hidup yang kekal. Banyak orang yang seperti ini, mereka
perlu Tuhan. Tugas kita adalah membawa mereka kepada Tuhan.
SHARED BY
LOG
Salah satu arti kata “Penyembahan” adalah tanggapan manusia
dengan semua keberadaannya kepada Allah atas semua keberadaan-Nya. Manusia
adalah mahluk penyembah. Dalam ketidaktahuannya, sampai-sampai berhala yang
dibuatnya sendiri dari batu, kayu, dll,
juga disembah. Sepintas kita katakan saya tidak demikian. Tapi pikirkan sebentar. Sesungguhnya berhala
yang disembah itu adalah hasil karya manusia. Artinya, semua hasil ciptaan
manusia bisa diberhalakan, bisa disembah. Itu berarti : kekayaan materi,
kedudukan atau jabatan, kepandaian dan prestasi lainnya, kemashyuran dan
keterkenalan lainnya, tradisi dan budaya, jika dinomorsatukan, jika dianggap
hasil dari diri sendiri, berarti diberhalakan.
Dalam pengertian yang luas seperti itu, jangan-jangan ada anak-anak
Tuhan yang mempunyai berhala dalam hidupnya. Mereka menomorsatukan Tuhan DAN
berhala-berhala itu. Sikap hati seperti ini, tentu tidak diperkenankan Tuhan.
Dia tidak mau disandingkan dengan berhala-berhala lain. Hukum Taurat ke satu (Kel 20:3-5) menegaskan hal ini.
Kel 20:3-5
“Jangan ada padamu allah lain
di hadapan-Ku. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di
langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di
bawah bumi.Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab
Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa
kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang
yang membenci Aku”
Jadi, merenungkan arti kata Penyembahan di atas, maka kita menyembah
Tuhan bukan hanya dengan menyanyi dan berdoa, tetapi dengan semua aktivitas
kehidupan kita. Sikap hati orang yang menyembah Tuhan mengatakan: “Semua yang ada padaku berasal dari Tuhan dan
akan kupergunakan untuk kemuliaan-Nya.”
SHARED BY
LOG
Matius 21:28-32
"Tetapi apakah pendapatmu
tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang
sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. Jawab
anak itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi. Lalu orang itu pergi
kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku
tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga. Siapakah di antara kedua
orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?" Jawab mereka: "Yang
terakhir." Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan
mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang
untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya.
Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya
kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal
dan kamu tidak juga percaya kepadanya."
Perumpamaan tentang dua orang anak hanya terdapat di dalam Injil Matius.
Perumpamaan ini ditandai dengan kesederhanaan dan dapat diringkas dengan
perkataan Yakobus yang sangat terkenal, "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar
saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri" (Yakobus 1:22). Ayat ini mengajarkan
bahwa orang yang menolak untuk melakukan apa yang diminta darinya tetapi yang
kemudian berubah pikiran dan melakukan tugas itu lebih baik dibandingkan dengan
mereka yang berjanji untuk memelihara kewajiban-kewajiban tetapi tidak pernah
menepatinya.
Injil Matius menempatkan perumpamaan ini tepat sesudah peristiwa
imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi menanyakan tentang kuasa Yesus.
Sebaliknya Yesus membalas bertanya kepada mereka mengenai baptisan Yohanes,
apakah dari surga atau dari manusia. Dan jawaban mereka adalah, "Kami
tidak tahu." Jawaban Yesus terhadap pertanyaan mereka mengenai kuasa Yesus
adalah, "Jika demikian, Aku juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa
manakah Aku melakukan hal-hal itu."
Sementara mengajar di Bait Allah dengan imam-imam kepala dan tua-tua
Yahudi sebagai pendengar-Nya, Yesus melanjutkan jalan pemikiran ini dengan
menceritakan sebuah kisah tentang seorang ayah dan dua orang anaknya. Seorang
ayah memiliki kebun anggur yang merupakan salah satu sumber pendapatan bagi
keluarga. Karena itu, pekerjaan di kebun anggur dikerjakan secara komunal,
yaitu dikerjakan oleh semua anggota keluarga. A yah tersebut pergi kepada
anaknya yang sulung dan menyuruhnya pergi bekerja di kebun anggur pada hari itu.
Tidak menjadi masalah apakah waktu itu adalah permulaan musim semi di mana
anggur-anggur harus dipangkas, atau musim panas di mana lalang-Ialang harus
dipotong, atau musim gugur di mana buah anggurnya harus dipanen. Tetapi yang
penting adalah permintaan dan tanggapan atas permintaan tersebut. "Anakku,
pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur." Anak pertama ini
menunjukkan rasa tidak hormat sama sekali kepada ayahnya. Dia menjawab,
"Aku tidak mau". Dia tidak menghargai ayahnya sebagai
"bapa," dan bahkan merasa tidak terganggu dengan tidak memberikan
alasan atas ketidaksediaannya untuk pergi.
Ayah tersebut harus pergi ke anaknya yang kedua dengan permintaan yang sarna
yaitu supaya pergi bekerja di kebun anggur. Anak yang satu ini, dengan
menunjukkan adat ketimuran yang sopan, menjawab ayahnya dengan benar dan
mengatakan, "Baik, bapa." Tetapi dia tidak pergi. Dia berjanji kepada
ayahnya akan bekerja satu hari penuh. Tetapi janji ini hanya merupakan janji
yang tidak dimaksudkan untuk ditepati.
Penafsiran :
Yesus langsung mengajukan pertanyaan yang tidak dapat dielakkan oleh
pendengarnya, "Siapakah anak yang taat?" Imam-imam kepala dan tua-tua
Yahudi tidak dapat bersembunyi lagi di balik ketidaktahuan yang penuh
pura-pura. Mereka terpaksa menjawab meskipun menyadari kalau perumpamaan ini
berbicara tentang hirarki eklesiastik Israel. Mereka mengatakan bahwa anak yang
semula menolak tetapi kemudian berubah pikiran itulah yang melakukan kehendak
bapanya.
Yesus mengilustrasikan apa yang sebenarnya dimaksudkan kisah ayah
dan dua orang anaknya ini di dalam konteks rohani pada zaman itu. Yesus
mengatakan bahwa anak pertama merupakan personifikasi dari para pemungut cukai dan
perempuan-perempuan sundal yang hidup di dalam dosa, yang menolak melakukan
kehendak Allah. Tetapi ketika Yohanes Pembaptis datang " ... berilah dirimu dibaptis dan Allah akan
mengampuni dosamu" (Markus 1:4),
orang-orang yang dibuang secara moral dan sosial oleh masyarakat itu bertobat,
percaya, dan masuk ke dalam Kerajaan Allah. Jadi mereka melakukan kehendak
Bapa.
Anak kedua menggambarkan sikap para pemimpin agama pada zaman Yesus.
Mereka adalah orang-orang yang melakukan segala sesuatu supaya dilihat oleh
manusia: "Semua pekerjaan yang
mereka lakukan hanya dimaksudkan supaya dilihat orang; mereka memakai tali
sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat
terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka
menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi" (Matius 23:5-7). Mereka adalah
orang-orang yang tidak mempraktekkan apa yang mereka khotbahkan. Y ohanes
Pembaptis datang dan menunjukkan jalan kebenaran kepada mereka. Mereka
mendengarkan perkataannya tetapi tidak percaya. Mereka benar-benar menolak
Yohanes. Tetapi mereka melihat bahwa pemungut cukai menerima pesan Yohanes dan
dibaptiskan. Meskipun demikian, mereka menolak tujuan Allah untuk diri mereka
sendiri, menolak dibaptis oleh Yohanes (Lukas
7:30).
Aplikasi dari perumpamaan ini bersifat dinamis. Pemungut cukai dan
perempuan-perempuan sundal telah menolak untuk menaati kehendak Allah. Tetapi
mereka berbalik kepada Allah di dalam ketaatan ketika mendengar pesan ten tang
pertobatan. Mereka seperti anak yang mengatakan "Aku tidak mau," tetapi kemudian berubah pikiran dan pergi
bekerja di kebun anggur. Mereka seperti Zakheus yang berkata kepada Yesus,
"Tuhan, setengah dari milikku akan
kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari
seseorang akan kukembalikan empat kali lipat" (Lukas 19:8).
Pemimpin-pemimpin agama yang agaknya ahli di dalam hukum Allah
menunjukkan kerelaan hanya di luarnya saja. Tetapi di dalamnya mereka menolak
menerima Firman Allah, baik Firman yang datang melalui tulisan nabi-nabi atau
yang dikatakan oleh Yohanes Pembaptis dan Yesus. Mereka seperti anak yang
menjawab ayahnya, "Baiklah Bapa,"
tetapi tidak pergi.
Meskipun perumpamaan ini relatif singkat dan pesannya sederhana,
pengajaran yang diajarkan oleh perumpamaan ini sama sekali tidak sepele.
Perumpamaan ini terdiri dari pengajaran Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
yaitu: menaati Firman Allah,
memperhatikan suara-Nya, dan melakukan kehendak-Nya. Seperti yang dikatakan
Samuel kepada Saul: "Sesungguhnya,
mendengarkan lebih baik daripada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik
daripada lemak domba-domba jantan" (I Samuel 15:22), demikian juga Yesus memerintahkan murid-murid-Nya:
"Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau
kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu" (Yohanes 15:14). Yesus sendiri berbicara mengenai ketaatan-Nya
kepada Allah Bapa-Nya secara terbuka dengan mengatakan, "Sebab Aku telah turun dari surga bukan untuk
melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus
Aku. Dan inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua
yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya
Kubangkitkan pada akhir zaman" (Yohanes
6:38, 39).
SHARED BY
LOG
Matius 20:1-16
"Adapun hal Kerajaan
Sorga sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari
pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah ia sepakat dengan
pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. Kira-kira
pukul sembilan pagi ia keluar pula dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain
menganggur di pasar. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah
kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Dan mereka
pun pergi. Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar pula
dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul lima petang ia keluar
lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa
kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? Kata mereka kepadanya:
Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu
ke kebun anggurku. Ketika hari malam tuan itu berkata
kepada mandurnya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka,
mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk terdahulu. Maka
datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul lima dan mereka menerima
masing-masing satu dinar. Kemudian datanglah mereka yang masuk
terdahulu, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi mereka pun menerima
masing-masing satu dinar juga. Ketika mereka menerimanya, mereka
bersungut-sungut kepada tuan itu, katanya: Mereka yang masuk terakhir ini
hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari
suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. Tetapi
tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil
terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah
bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini
sama seperti kepadamu. Tidakkah aku bebas mempergunakan
milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah
hati? Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan
yang terdahulu akan menjadi yang terakhir."
Cerita yang dikenal dengan judul "Orang-orang Upahan di Kebun
Anggur" ini merupakan salah satu perumpamaan tentang Kerajaan Surga yang
ditulis oleh Matius. Tetapi perumpamaan ini tidak berakhir dengan pesan,
"pergi dan perbuatlah demikian" di dalam Kerajaan Allah. Fokus
perumpamaan ini bukan pada hubungan pekerja dan bukan soal memberikan gaji yang
adil, tetapi pada perkataan dan perbuatan tuan yang secara teologis menunjuk
pada Allah yang dengan bebas memberikan karunia yang baik kepada manusia.
Cerita ini sungguh-sungguh menggemakan sebaris kalimat dari salah satu bagian
Mazmur Daud, "Kecaplah dan lihatlah,
betapa baiknya TUHAN itu ... " (Mazmur
34:9).
Pekerjaan dan Pekerja-pekerja :
Perumpamaan ini tidak memberikan waktu yang tepat saat di mana para
pekerja dibutuhkan untuk bekerja di kebun anggur. Namun demikian asumsi bahwa
ini terjadi pada bulan September} di mana buah anggur dipanen, tidaklah terlalu
dibuat-buat. Periode waktu dari terbit sampai terbenamnya matahari selama bulan
September di Israel adalah sekitar pukul 6 pagi sampai 6 sore. Dengan mengabaikan waktu istirahat untuk
makan dan berdoa, pekerja-pekerja Yahudi pada zaman Yesus menganggap lama waktu
kerja yang biasa dalam sehari adalah sepuluh jam. Temperatur pada bulan
September di Israel selama tengah hari masih cukup tinggi, sehingga
pekerja-pekerja di luar ladang atau di kebun anggur benar-benar mengalami
"panasnya hari itu." Seorang pemilik kebun anggur yang cukup besar
telah menetapkan untuk memanen anggurnya pada hari yang sudah ditentukan. Semua
hamba yang bekerja kepadanya sepanjang tahun pergi ke kebun anggur pada pukul
6.00 pagi, sementara pada waktu fajar menyingsing pemiliknya mengunjungi
pasar-pasar di dekat kota atau desa. Dia memerlukan sejumlah pekerja-pekerja
lain, yaitu mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan yang mau melakukan
pekerjaan harian dengan gaji yang pantas yaitu satu dinar sehari. Pria-pria
yang sehat dan mampu untuk bekerja berdiri sejak pagi antara pukul 5.00 dan 6.00
menunggu tuan yang datang kepada mereka untuk memberi pekerjaan. Pemilik kebun
anggur itu berbicara kepada mereka, menyebutkan gaji harian mereka sebesar satu
dinar. Mereka semua setuju, lalu ia membawa mereka ke kebun anggur untuk
bekerja selama sepuluh jam. Pekerja-pekerja yang tidak mempunyai pekerjaan yang
tetap itu sangat bergantung kepada tuan yang memerlukan mereka untuk bekerja
dalam jangka waktu yang pendek. Jelas sekali bahwa para pekerja jauh lebih
bergantung kepada kebaikan dan kemurahan tuan mereka daripada sebaliknya.
Pada zaman Yesus merupakan hak yang istimewa bagi seorang pekerja untuk
ditempatkan di dalam posisi untuk mendapatkan gaji. Dengan menyediakan
pekerjaan baginya, tuan tersebut telah menunjukkan kebaikan hati kepadanya.
Perbuatan tersebut merupakan suatu anugerah dari tuannya. Dengan menghabiskan
waktu menganggur di pasar berarti pekerja dan keluarganya bersandar kepada
derma. Pekerja itu tidak memiliki sumber pendapatan, dan tidak selalu ada
pemberian dari orang kaya. Karenanya, satu hari kerja merupakan anugerah bagi
dia dan keluarganya.
Sementara para hamba dan pekerja sibuk dengan pekerjaannya di kebun
anggur, pemilik kebun kembali ke pasar untuk melihat kalau¬kalau dia dapat
menemukan lebih banyak pekerja lagi. Pada waktu itu antara pukul 8.00 dan pukul 9.00, waktu di mana banyak
pekerja sedang melewatkan waktu mereka di pasar. Tuan tersebut meminta mereka
untuk menghabiskan sis a waktu mereka bekerja di kebun anggurnya. Tuan tersebut
menjanjikan gaji yang adil kepada mereka, meskipun dia tidak menetapkan
jumlahnya. Para pekerja tersebut, mengetahui reputasi pemilik kebun anggur,
percaya penuh kepadanya. Mereka pasti tidak akan kecewa di akhir hari itu.
Karena pekerjaan bertambah dan setelah pemilik dan mandurnya menghitung
jumlah jam kerja yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan sebelum malam
tiba, maka diperlukan tambahan pekerja. Pemilik kebun anggur mengetahui dengan
pasti kapan buah anggurnya harus dipetik. Jika anggur-anggur tersebut tidak
dipetik dan tertunda satu atau dua hari saja, maka kandungan gulanya menjadi terlalu
tinggi. Harga pasar untuk anggur yang sangat bermutu tergantung pada ketepatan
jumlah kadar gula dalam anggur. Jika waktu panen jatuh pada hari Jumat, pemilik
tanah akan melakukan segalanya dengan segenap kekuatannya untuk menggaji
pekerja tambahan supaya bisa menyelesaikan pekerjaannya sebelum hari Sabat.
Pergi ke pasar yang terdekat dilakukan dalam jangka waktu yang teratur,
pada waktu siang dan pada pukul 15.00, dengan berbagai tingkat keberhasilan.
Menjelang petang terlihat jelas bahwa proyek tersebut tidak dapat diselesaikan
sebelum gelap kecuali didatangkan tambahan pekerja. Pemilik kebun anggur
kembali lagi ke pasar pada jam lima dan mendapati orang-orang yang sedang
berdiri. Dia bertanya mengapa mereka masih berada di pasar pada jam itu. Jawabannya
adalah bahwa tidak ada seorang pun yang datang untuk menawarkan pekerjaan
kepada mereka. Tuan itu berkata: "Pergi jugalah kamu ke kebun
anggurku." Tidak disebutkan di sana tentang pemberian upah.
Pemilik kebun anggur tahu bahwa para pekerja diizinkan untuk makan
anggur sebanyak yang mereka inginkan. Dia memperkirakan kehilangan hampir tiga
persen dari hasil panennya untuk pekerja-pekerjanya. Tetapi, dengan menggaji
pekerja-pekerja yang mulai bekerja pada waktu petang, dia tidak beresiko
kehilangan anggur terlalu banyak. Dia mengharapkan agar para pekerja memakai
energi mereka untuk memanen anggur. "Pergi jugalah kamu ke kebun
anggurku."
Jam Kerja dan Upah :
Sepanjang perumpamaan ini, tuan merupakan figur yang dominan. Dia
pergi ke pasar pada waktu fajar menyingsing, mengupah pekerja-pekerja,
mengamati perlunya pekerja-pekerja tambahan, dan kembali ke pasar berkali-kali
untuk menambah lebih banyak pekerja. Dialah yang memerintahkan mandurnya untuk
membayar para pekerja, dan dia sendirilah yang mengarahkan para pekerja yang
berpikir bahwa mereka dicurangi. Pemilik kebun anggurlah yang mengontrol
situasi mulai dari permulaan sampai akhir. Kenyataannya, dialah orang kepada
siapa Kerajaan Surga dapat dibandingkan dalam kalimat pembukaan.
Bermacam-macam pertanyaan mungkin diajukan berkenaan dengan
manajemen kebun anggur tersebut. Contohnya, mengapa pemilik kebun anggur
kembali ke pasar sedikitnya empat kali untuk mengupah pekerja-pekerja tambahan?
Kita mengharapkan agar pemilik kebun anggur tersebut membuat perhitungan yang
hati-hati pada permulaan hari dan mengupah pekerja-pekerja dalam jumlah yang
tepat untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut sebelum malam tiba. Tetapi kita
tidak boleh menggunakan analisa Barat untuk cerita yang terjadi dalam
kebudayaan timur. Hukum persediaan dan kebutuhan diteliti dengan jelas sekali.
Tidak ada tuan yang menggunakan pekerja lebih banyak dari yang diperlukan.
Lagipula pekerja-pekerja yang bekerja pada periode yang berikutnya pada hari
itu datang ke kebun anggur tanpa merasa letih dan tidak dengan energi yang
tersisa. Tuan tersebut menerima timbal balik yang tinggi dari pekerja-pekerja
yang memberikan semua energinya selama separuh hari atau kurang.
Para pekerja dapat digaji dalam hitungan jam dan dapat meminta
bayaran segera pada saat pekerjaan mereka selesai. Pekerja-pekerja yang berdiri
di pasar sepanjang hari dapat pulang ke rumah pagi-pagi jika tidak ada orang
yang memberikan pekerjaan kepada mereka. Atau mereka menunggu tuan-tuan yang
datang dan memanggil mereka untuk bekerja setengah hari. Pekerja-pekerja ini
tidak bermalas-malasan mencampuri urusan orang lain dan menghabiskan waktu
mereka dengan gosip. Mereka mempunyai keluarga yang harus ditanggung dan karena
itu dengan penuh harapan mereka menunggu seorang tuan yang membutuhkan
pelayanan mereka. Bahkan pada pukul 17.00, mereka masih menunggu, berharap
untuk diberi pekerjaan meskipun hanya satu jam atau untuk membuat persiapan
untuk hari berikutnya. Pekerja-pekerja itu menunjukkan kesetiaan, dedikasi, dan
sikap dapat dipercayai dengan cara mereka sendiri.
Para pekerja dibayar di akhir hari, Tuan-tuan juga memperhatikan
perintah Alkitab untuk tidak menahan upah seorang pekerja sampai esok harinya (Imamat 19:13) dan tidak mengambil
keuntungan dari pekerja yang miskin dan melarat. "Pada hari itu juga haruslah engkau membayar upahnya sebelum matahari
terbenam; ia mengharapkannya, karena ia orang miskin; supaya ia jangan berseru
kepada TVHAN mengenai engkau dan hal itu menjadi dosa bagimu" (Ulangan 24:15). Pemilik kebun anggur
tersebut sangat memperhatikan perintah ini dan memerintahkan mandurnya untuk
membayar upah para pekerja. Dia digambarkan sebagai orang yang adil dan dapat
dipercaya. Hanya pekerja-pekerja yang bekerja mulai jam enam pagi yang
dijanjikan upah satu dinar sehari. Mereka yang bekerja pukul sembilan
diberitahu bahwa tuan tersebut akan membayar mereka sepantasnya. Dan mereka
yang mulai bekerja pada jam berikutnya bahkan tidak diberitahu tentang gaji
mereka. Mereka datang ke kebun anggur, mereka benar-benar percaya bahwa pemilik
kebun akan membayar sesuatu kepada mereka pada sore harinya.
Pemilik tanah tersebut adalah orang yang memegang ucapannya. Pada
waktu dia memerintahkan mandurnya untuk membayar upah para pekerja, dia membuat
satu ketentuan: mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang
masuk terdahulu. Sungguh mengherankan ketika pekerja yang masuk terakhir
menerima upah satu dinar! Mereka senang, sukacita, dan penuh ucapan terima
kasih. Mereka tahu bahwa pemilik tanah itu bukan hanya dapat dipercaya dan
jujur, tetapi juga murah hati. Semua pekerja yang bekerja setengah hari
menerima upah yang sama dan menyaksikan kebaikan dan kemurahan hati tuannya.
Tetapi para pekerja yang bekerja mulai fajar dan yang merasakan
panasnya matahari, berharap masing-masing dapat menerima lebih dari satu dinar.
Mereka juga berharap bisa merasakan kemurahan hati tuannya. Tetapi harapan
mereka tidak terpenuhi. Mereka menerima masing-masing satu dinar seperti yang
sudah disepakati sebelum mereka mulai bekerja. Mereka melihat bahwa apa yang
terjadi tidak adil; mereka mengungkapkan ketidaksenangan dan kekecewaan mereka
dengan mengomel kepada pemilik tanah itu. Mereka mengomel dengan tidak sopan
kepada tuan mereka. Mereka mengungkapkan keluhan-keluhan mereka dengan marah:
kami bekerja keras sepanjang hari, menanggung teriknya matahari, dan menerima
satu dinar; sedangkan mereka yang datang pukul lima sore, bekerja hanya satu jam, tetapi menerima satu dinar
juga.
Tuan tersebut tidak merasa sakit hati. Dia memanggil salah satu
pekerja yaitu juru bicaranya dan menyebut dia "saudara." Konotasinya
mencela, tetapi nadanya bersahabat. Pemilik tanah tersebut menjawab omelan para
pekerja dengan tetap menguasai situasi, "Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita
telah sepakat sedinar sehari?" Para pekerja yang tidak puas itu
mungkin dapat pergi ke pengadilan, tetapi mereka tidak mempunyai bukti yang
dapat melawan tuan mereka. Mereka telah menyetujui satu dinar untuk bekerja
satu hari penuh seperti yang mereka terima. Tuduhan tidak adil terhadap tuan
mereka adalah untuk menutupi iri hati dan ketamakan. Tuan tersebut tidak
membantah, tidak menjelaskan, dan tidak membenarkan dirinya. Dia mengajukan
pertanyaan-pertanyaan di mana pendengarnya dipaksa menjawab setuju. "Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari?"
Sebuah pertanyaan yang juga merupakan satu jawaban. "Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku?"
Pokok permasalahannya bukanlah masalah kecurangan atau penipuan.
Sebaliknya, tak seorang pun yang diperlakukan tidak adil. Sebagian besar para
pekerja mengalami kemurahan hati si pemilik tanah. Jika ada orang yang mau
berkorban dalam masalah ekonomi demi kebajikan, orang tersebut adalah si
pemilik tanah. Pemilik tanah tersebut akan merasa jauh lebih baik jika telah
membayar para pekerja dengan jumlah gaji yang tepat. Dia disalahkan karena
kemurahan hatinya yang tulus. Dia bertanya, "Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?" Melalui
pertanyaannya yang terakhir, tuan tersebut menghapuskan selubung dari pegawai
yang tidak puas. Dia telah menunjukkan kebaikan dan keramahan, sementara para
pekerja menunjukkan keirihatian dan ketamakan. Mereka benar-benar buta terhadap
kebajikan tuannya sampai topeng yang menyelubungi ketidakpuasan mereka
dilepaskan melalui pertanyaan, "Atau
iri hatikah engkau karena aku murah hati?"
Kata Yesus, hal ini sama dengan apa yang ada di dalam Kerajaan
Surga. Karena Allah begitu baik, prinsip kasih karunia menang. Prinsip di dalam
dunia adalah bahwa dia yang bekerja paling lama menerima gaji yang paling
banyak. Ini namanya adil. Tetapi prinsip-prinsip jasa dan kemampuan
dikesampingkan di dalam Kerajaan Allah, sehingga kasih karunia dapat berlaku.
Kasih Karunia
Perumpamaan ini tidak bermaksud mengajarkan pelajaran bisnis atau
ekonomi. Perumpamaan ini tidak digunakan sebagai contoh tentang hubungan
manusia di dalam lingkup pekerjaan dan manajemen. Pengajaran yang disampaikan
di dalam perumpamaan ini adalah kasih karunia menggantikan praktek-praktek
keadilan yang memihak dan praktek-praktek bisnis demi keuntungan. Tuan di dalam
perumpamaan ini pergi ke pasar beberapa kali dalam satu hari dan melihat di
belakang tiap-tiap pekerja ada keluarga yang memerlukan sokongan. Dia tahu
bahwa jumlah dibawah sedinar tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga
dalam sehari. Oleh karena itu, tuan tersebut membayar para pekerja yang bekerja
selama setengah hari berdasarkan kebutuhan akan besarnya tanggungan mereka pada
hari itu, bukan berdasarkan hitungan jam kerja. Dia adalah orang yang paling
murah hati.
Ketika Yesus mengajarkan perumpamaan ini, Dia menghadapi pendengar
yang biasanya diajarkan tentang upah menurut doktrin Yahudi. Orang-orang
sezaman-Nya percaya bahwa manusia harus mengumpulkan perbuatan baik
sebanyak-banyaknya dimana perbuatan-perbuatan baik tersebut dapat diubah
menjadi upah di hadapan Allah. Karena itu mereka dapat datang kepada Allah dan
menuntut upah. Itulah doktrin yang berlaku pada zaman Yesus. Seharusnya mereka
sudah mengenal kasih karunia Allah yang mereka pujikan di dalam Mazmur dan doa.
Namun demikian dalam kehidupan sehari-hari, mereka tetap menekankan upah dari
suatu perbuatan.
Di dalam mengajarkan perumpamaan ini, Yesus menunjukkan bahwa Allah
tidak memperlakukan semua manusia menurut prinsip-prinsip upah, keadilan, dan
ekonomi. Dalam beberapa hal, Allah tidak tertarik untuk mencari untung. Allah
tidak memperlakukan manusia atas dasar "pukulan dibalas dengan pukulan" atau "satu perbuatan baik dibalas dengan perbuatan
baik yang lain." Kasih karunia Allah tidak dapat dibagi secara
sederhana menjadi jumlah proporsi yang sudah diatur dengan rapi menurut jasa
yang telah di kumpulkan seseorang. Biasanya ada sebuah koin di dalam sirkulasi
uang yang disebut pondion, yang nilainya seperduabelas dinar. Tetapi, kasih
karunia Allah tidak beredar di dalam persentase, karena "dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima
kasih karunia demi kasih karunia" (Yohanes 1:16).
Aplikasi :
Allah itu baik;
Allah itu baik;
Allah itu baik;
Amat baik bagi saya.
Pujian sederhana ini, yang dinyanyikan dengan semangat di dalam
banyak bahasa di seluruh dunia, mengungkapkan arti dasar dari perumpamaan ini.
Di dalam Kerajaan Surga, kebaikan Allah berlaku dan diperlihatkan kepada
orang-orang yang telah masuk ke dalam Kerajaan melalui kasih karunia saja,
Fakta bahwa pemilik tanah membayar satu dinar kepada mereka yang telah
diberitahu bahwa mereka akan menerima "apa yang pantas" dan juga bagi mereka yang tidak diberitahu apa-apa
mengenai upah mereka, semata-mata adalah kebaikan yang murni. Semua pekerja
menerima upah yang sama, yang cukup untuk menghidupi keluarga mereka. Dan para
pekerja yang telah setuju untuk bekerja dengan upah sedinar sehari harus
mengakui bahwa tuan tanah tersebut adalah seorang yang adil, yang menghargai
komitmennya. Keadilan dan kebaikan yang ditunjukkan di dalam perumpamaan ini
merupakan karakteristik yang mendasar di dalam Kerajaan Allah.
Konteks yang dekat dengan perumpamaan ini berhubungan dengan
pertanyaan Petrus dan respons Yesus. Petrus menanyakan apa yang akan diterima
oleh dia dan murid-murid Yesus yang lain karen a mengikut Yesus: "Kami ini
telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan
kami peroleh?" Yesus menjawab bahwa pengikut-pengikut-Nya akan menerima
berkat rohani yang tidak terkatakan:
Matius19:27-30
“Lalu Petrus menjawab dan
berkata kepada Yesus: "Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan
mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?"Kata Yesus kepada
mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali,
apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah
mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua
belas suku Israel. Dan setiap orang yang karena nama-Ku
meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa
atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat
dan akan memperoleh hidup yang kekal. Tetapi banyak orang yang terdahulu akan
menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu."
Yesus mengilustrasikan arti kalimat yang terakhir - "Tetapi banyak orang yang terdahulu akan
menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu"
- dengan memakai perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur. Jadi,
Dia menyimpulkan perumpamaan ini dengan kalimat yang sama, tetapi dengan urutan
terbalik, "Yang terakhir akan
menjadi yang terdahulu, dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir."
Dengan memakai perkataan ini Yesus tidak bermaksud menunjukkan
kepada Petrus dan murid-murid lain bahwa posisi pertama dan terakhir di dalam
kerajaan akan dibalik. Perumpamaan ini menunjukkan bahwa kesederajatan
merupakan peraturan didalam Kerajaan Surga. Pekerjaan yang dilakukan oleh
murid-murid, dan juga semua pengikut Yesus yang lain, dihargai sederajat,
meskipun pekerjaan itu sendiri mungkin berbeda-beda. Pemberian Allah merupakan
kasih karunia belaka. Kasih karunia Allah cukup untuk semua orang.
Pendengar mula-mula dari perumpamaan ini adalah murid-murid
Yesus. Tidak dapat dipastikan apakah orang lain hadir pada saat itu. Sama seperti anak-anak pada
zaman mereka, murid-murid ditekankan dengan doktrin tentang upah. Mereka perlu
membuang pengajaran ini supaya menghargai kebaikan Allah sepenuhnya, dan mereka
melihat bahwa tempat mereka di dalam Kerajaan Surga didasarkan pada kasih
karunia. Lagipula, selama waktu itu mereka juga akan menyambut non Yahudi masuk
ke gereja. Misalnya, Petrus dikirim ke rumah Kornelius, seorang perwira pasukan
Roma, untuk memberitakan Injil, untuk membaptis orang-orang percaya, dan untuk
memuliakan Allah yang menjamin "pertobatan
yang memimpin kepada hidup" bagi non Yahudi (Kisah 11:18). Orang-orang bukan Yahudi akan menerima pemberian yang
sama dengan yang Allah
berikan kepada bangsa Yahudi yang percaya kepada Yesus. Paulus menyebutkan
pemberian ini sebagai sebuah misteri dan menyimpulkan "bahwa orang-orang bukan Yahudi, karena
Berita Injil, turut menjadi ahli-ahli waris dan anggota-anggota tubuh dan
peserta dalam janji yang diberikan dalam Kristus Yesus" (Efesus 3:6).
Kemudian, siapa sebenarnya pekerja-pekerja yang menggerutu?
Meskipun perumpamaan ini seharusnya tidak ditafsirkan secara alegoris,
pertanyaan yang berhubungan dengan arti dari para pekerja yang mengeluh adalah benar.
Mereka dapat dibandingkan dengan anak sulung di dalam perumpamaan anak yang
hilang. Kedua perumpamaan ini merefleksikan sikap beberapa orang Farisi yang
menempatkan diri berada di posisi tingkat pertama di dalam Kerajaan Allah
karena semangat mereka di dalam mematuhi hukum Allah. Orang-orang Farisi
mengharapkan Allah memberi upah atas pekerjaan mereka dan menahan berkat untuk
orang-orang berdosa yang tidak pantas untuk mendapatkannya. Dengan menggunakan
perumpamaan-perumpamaan ini, Yesus menunjukkan kepada mereka (dengan
mengasumsikan bahwa orang-orang itu sebagai pendengar) bahwa Allah adalah Allah
yang adil, yang menghormati Firman-Nya, tetapi Dia juga menawarkan "belas kasihan yang bukan berdasarkan
perjanjian" bagi mereka yang tidak pantas menerimanya, tetapi meskipun
demikian mereka juga merupakan orang-orang yang berhak menerima kasih
karunia-Nya.
Perumpamaan ini mengajarkan bahwa ketika seseorang datang kepada
Allah, ia tidak menerima kasih karunia ilahi berdasarkan kalkulasi yang
diperhitungkan dengan teliti. Tetapi Allah dengan bebas memberikan jaminan
pemberian pengampunan, perdamaian, damai, sukacita, kebahagiaan, dan kepastian
kepada mereka. Semua kebutuhannya dipenuhi "menurut kekayaan dan
kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus" (Filipi
4:19). Bagi orang-orang Kristen, masuknya orang-orang yang bertobat ke
dalam gereja Yesus Kristus haruslah menjadi alasan untuk bersukacita, bukan
alasan untuk bersikap skeptik. Tetapi sejarah mengajarkan bahwa skeptisisme
seperti itu telah terjadi berulang kali. Ketika George Whitefield, John dan
Charles Wesley membawa Injil kepada masyarakat kelas rendah pada abad ke
delapan belas, mereka dikritik dan dimarahi oleh orang-orang Kristen
konvensional. William Booth dihukum oleh orang-orang gereja yang merasa diri benar
pada zamannya, karena dia menunjukkan belas kasihan kepada para penghuni
perkampungan yang sangat miskin dan kotor di London dan memberi mereka
"soup, soap, and salvation" ("sup, sabun dan keselamatan").
Perumpamaan ini akan selalu tidak dapat diterima oleh orang orang yang mengharapkan dapat mengatur
keselamatan menurut aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang dibuat manusia.
Tetapi Kerajaan Surga bebas dari birokrasi manusia, seperti yang diajarkan
Alkitab. Kasih karunia Allah penuh dan bebas untuk semua orang yang datang
kepada-Nya di dalam iman. Dan semua yang menerima kasih karunia ini menyatakan
bersama-sama dengan Pemazmur demikian:
Mazmur 107:1
“Bersyukurlah kepada TUHAN,
sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.”
SHARED BY
LOG