"Adapun hal Kerajaan
Sorga sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari
pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah ia sepakat dengan
pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. Kira-kira
pukul sembilan pagi ia keluar pula dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain
menganggur di pasar. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah
kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Dan mereka
pun pergi. Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar pula
dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul lima petang ia keluar
lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa
kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? Kata mereka kepadanya:
Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu
ke kebun anggurku. Ketika hari malam tuan itu berkata
kepada mandurnya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka,
mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk terdahulu. Maka
datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul lima dan mereka menerima
masing-masing satu dinar. Kemudian datanglah mereka yang masuk
terdahulu, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi mereka pun menerima
masing-masing satu dinar juga. Ketika mereka menerimanya, mereka
bersungut-sungut kepada tuan itu, katanya: Mereka yang masuk terakhir ini
hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari
suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. Tetapi
tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil
terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah
bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini
sama seperti kepadamu. Tidakkah aku bebas mempergunakan
milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah
hati? Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan
yang terdahulu akan menjadi yang terakhir."
Cerita yang dikenal dengan judul "Orang-orang Upahan di Kebun Anggur" ini merupakan salah satu perumpamaan tentang Kerajaan Surga yang ditulis oleh Matius. Tetapi perumpamaan ini tidak berakhir dengan pesan, "pergi dan perbuatlah demikian" di dalam Kerajaan Allah. Fokus perumpamaan ini bukan pada hubungan pekerja dan bukan soal memberikan gaji yang adil, tetapi pada perkataan dan perbuatan tuan yang secara teologis menunjuk pada Allah yang dengan bebas memberikan karunia yang baik kepada manusia. Cerita ini sungguh-sungguh menggemakan sebaris kalimat dari salah satu bagian Mazmur Daud, "Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu ... " (Mazmur 34:9).
Pekerjaan dan Pekerja-pekerja :
Perumpamaan ini tidak memberikan waktu yang tepat saat di mana para pekerja dibutuhkan untuk bekerja di kebun anggur. Namun demikian asumsi bahwa ini terjadi pada bulan September} di mana buah anggur dipanen, tidaklah terlalu dibuat-buat. Periode waktu dari terbit sampai terbenamnya matahari selama bulan September di Israel adalah sekitar pukul 6 pagi sampai 6 sore. Dengan mengabaikan waktu istirahat untuk makan dan berdoa, pekerja-pekerja Yahudi pada zaman Yesus menganggap lama waktu kerja yang biasa dalam sehari adalah sepuluh jam. Temperatur pada bulan September di Israel selama tengah hari masih cukup tinggi, sehingga pekerja-pekerja di luar ladang atau di kebun anggur benar-benar mengalami "panasnya hari itu." Seorang pemilik kebun anggur yang cukup besar telah menetapkan untuk memanen anggurnya pada hari yang sudah ditentukan. Semua hamba yang bekerja kepadanya sepanjang tahun pergi ke kebun anggur pada pukul 6.00 pagi, sementara pada waktu fajar menyingsing pemiliknya mengunjungi pasar-pasar di dekat kota atau desa. Dia memerlukan sejumlah pekerja-pekerja lain, yaitu mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan yang mau melakukan pekerjaan harian dengan gaji yang pantas yaitu satu dinar sehari. Pria-pria yang sehat dan mampu untuk bekerja berdiri sejak pagi antara pukul 5.00 dan 6.00 menunggu tuan yang datang kepada mereka untuk memberi pekerjaan. Pemilik kebun anggur itu berbicara kepada mereka, menyebutkan gaji harian mereka sebesar satu dinar. Mereka semua setuju, lalu ia membawa mereka ke kebun anggur untuk bekerja selama sepuluh jam. Pekerja-pekerja yang tidak mempunyai pekerjaan yang tetap itu sangat bergantung kepada tuan yang memerlukan mereka untuk bekerja dalam jangka waktu yang pendek. Jelas sekali bahwa para pekerja jauh lebih bergantung kepada kebaikan dan kemurahan tuan mereka daripada sebaliknya.
Pada zaman Yesus merupakan hak yang istimewa bagi seorang pekerja untuk ditempatkan di dalam posisi untuk mendapatkan gaji. Dengan menyediakan pekerjaan baginya, tuan tersebut telah menunjukkan kebaikan hati kepadanya. Perbuatan tersebut merupakan suatu anugerah dari tuannya. Dengan menghabiskan waktu menganggur di pasar berarti pekerja dan keluarganya bersandar kepada derma. Pekerja itu tidak memiliki sumber pendapatan, dan tidak selalu ada pemberian dari orang kaya. Karenanya, satu hari kerja merupakan anugerah bagi dia dan keluarganya.
Sementara para hamba dan pekerja sibuk dengan pekerjaannya di kebun anggur, pemilik kebun kembali ke pasar untuk melihat kalau¬kalau dia dapat menemukan lebih banyak pekerja lagi. Pada waktu itu antara pukul 8.00 dan pukul 9.00, waktu di mana banyak pekerja sedang melewatkan waktu mereka di pasar. Tuan tersebut meminta mereka untuk menghabiskan sis a waktu mereka bekerja di kebun anggurnya. Tuan tersebut menjanjikan gaji yang adil kepada mereka, meskipun dia tidak menetapkan jumlahnya. Para pekerja tersebut, mengetahui reputasi pemilik kebun anggur, percaya penuh kepadanya. Mereka pasti tidak akan kecewa di akhir hari itu.
Karena pekerjaan bertambah dan setelah pemilik dan mandurnya menghitung jumlah jam kerja yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan sebelum malam tiba, maka diperlukan tambahan pekerja. Pemilik kebun anggur mengetahui dengan pasti kapan buah anggurnya harus dipetik. Jika anggur-anggur tersebut tidak dipetik dan tertunda satu atau dua hari saja, maka kandungan gulanya menjadi terlalu tinggi. Harga pasar untuk anggur yang sangat bermutu tergantung pada ketepatan jumlah kadar gula dalam anggur. Jika waktu panen jatuh pada hari Jumat, pemilik tanah akan melakukan segalanya dengan segenap kekuatannya untuk menggaji pekerja tambahan supaya bisa menyelesaikan pekerjaannya sebelum hari Sabat.
Pergi ke pasar yang terdekat dilakukan dalam jangka waktu yang teratur, pada waktu siang dan pada pukul 15.00, dengan berbagai tingkat keberhasilan. Menjelang petang terlihat jelas bahwa proyek tersebut tidak dapat diselesaikan sebelum gelap kecuali didatangkan tambahan pekerja. Pemilik kebun anggur kembali lagi ke pasar pada jam lima dan mendapati orang-orang yang sedang berdiri. Dia bertanya mengapa mereka masih berada di pasar pada jam itu. Jawabannya adalah bahwa tidak ada seorang pun yang datang untuk menawarkan pekerjaan kepada mereka. Tuan itu berkata: "Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku." Tidak disebutkan di sana tentang pemberian upah.
Pemilik kebun anggur tahu bahwa para pekerja diizinkan untuk makan anggur sebanyak yang mereka inginkan. Dia memperkirakan kehilangan hampir tiga persen dari hasil panennya untuk pekerja-pekerjanya. Tetapi, dengan menggaji pekerja-pekerja yang mulai bekerja pada waktu petang, dia tidak beresiko kehilangan anggur terlalu banyak. Dia mengharapkan agar para pekerja memakai energi mereka untuk memanen anggur. "Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku."
Jam Kerja dan Upah :
Sepanjang perumpamaan ini, tuan merupakan figur yang dominan. Dia pergi ke pasar pada waktu fajar menyingsing, mengupah pekerja-pekerja, mengamati perlunya pekerja-pekerja tambahan, dan kembali ke pasar berkali-kali untuk menambah lebih banyak pekerja. Dialah yang memerintahkan mandurnya untuk membayar para pekerja, dan dia sendirilah yang mengarahkan para pekerja yang berpikir bahwa mereka dicurangi. Pemilik kebun anggurlah yang mengontrol situasi mulai dari permulaan sampai akhir. Kenyataannya, dialah orang kepada siapa Kerajaan Surga dapat dibandingkan dalam kalimat pembukaan.
Bermacam-macam pertanyaan mungkin diajukan berkenaan dengan manajemen kebun anggur tersebut. Contohnya, mengapa pemilik kebun anggur kembali ke pasar sedikitnya empat kali untuk mengupah pekerja-pekerja tambahan? Kita mengharapkan agar pemilik kebun anggur tersebut membuat perhitungan yang hati-hati pada permulaan hari dan mengupah pekerja-pekerja dalam jumlah yang tepat untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut sebelum malam tiba. Tetapi kita tidak boleh menggunakan analisa Barat untuk cerita yang terjadi dalam kebudayaan timur. Hukum persediaan dan kebutuhan diteliti dengan jelas sekali. Tidak ada tuan yang menggunakan pekerja lebih banyak dari yang diperlukan. Lagipula pekerja-pekerja yang bekerja pada periode yang berikutnya pada hari itu datang ke kebun anggur tanpa merasa letih dan tidak dengan energi yang tersisa. Tuan tersebut menerima timbal balik yang tinggi dari pekerja-pekerja yang memberikan semua energinya selama separuh hari atau kurang.
Para pekerja dapat digaji dalam hitungan jam dan dapat meminta bayaran segera pada saat pekerjaan mereka selesai. Pekerja-pekerja yang berdiri di pasar sepanjang hari dapat pulang ke rumah pagi-pagi jika tidak ada orang yang memberikan pekerjaan kepada mereka. Atau mereka menunggu tuan-tuan yang datang dan memanggil mereka untuk bekerja setengah hari. Pekerja-pekerja ini tidak bermalas-malasan mencampuri urusan orang lain dan menghabiskan waktu mereka dengan gosip. Mereka mempunyai keluarga yang harus ditanggung dan karena itu dengan penuh harapan mereka menunggu seorang tuan yang membutuhkan pelayanan mereka. Bahkan pada pukul 17.00, mereka masih menunggu, berharap untuk diberi pekerjaan meskipun hanya satu jam atau untuk membuat persiapan untuk hari berikutnya. Pekerja-pekerja itu menunjukkan kesetiaan, dedikasi, dan sikap dapat dipercayai dengan cara mereka sendiri.
Para pekerja dibayar di akhir hari, Tuan-tuan juga memperhatikan perintah Alkitab untuk tidak menahan upah seorang pekerja sampai esok harinya (Imamat 19:13) dan tidak mengambil keuntungan dari pekerja yang miskin dan melarat. "Pada hari itu juga haruslah engkau membayar upahnya sebelum matahari terbenam; ia mengharapkannya, karena ia orang miskin; supaya ia jangan berseru kepada TVHAN mengenai engkau dan hal itu menjadi dosa bagimu" (Ulangan 24:15). Pemilik kebun anggur tersebut sangat memperhatikan perintah ini dan memerintahkan mandurnya untuk membayar upah para pekerja. Dia digambarkan sebagai orang yang adil dan dapat dipercaya. Hanya pekerja-pekerja yang bekerja mulai jam enam pagi yang dijanjikan upah satu dinar sehari. Mereka yang bekerja pukul sembilan diberitahu bahwa tuan tersebut akan membayar mereka sepantasnya. Dan mereka yang mulai bekerja pada jam berikutnya bahkan tidak diberitahu tentang gaji mereka. Mereka datang ke kebun anggur, mereka benar-benar percaya bahwa pemilik kebun akan membayar sesuatu kepada mereka pada sore harinya.
Pemilik tanah tersebut adalah orang yang memegang ucapannya. Pada waktu dia memerintahkan mandurnya untuk membayar upah para pekerja, dia membuat satu ketentuan: mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk terdahulu. Sungguh mengherankan ketika pekerja yang masuk terakhir menerima upah satu dinar! Mereka senang, sukacita, dan penuh ucapan terima kasih. Mereka tahu bahwa pemilik tanah itu bukan hanya dapat dipercaya dan jujur, tetapi juga murah hati. Semua pekerja yang bekerja setengah hari menerima upah yang sama dan menyaksikan kebaikan dan kemurahan hati tuannya.
Tetapi para pekerja yang bekerja mulai fajar dan yang merasakan panasnya matahari, berharap masing-masing dapat menerima lebih dari satu dinar. Mereka juga berharap bisa merasakan kemurahan hati tuannya. Tetapi harapan mereka tidak terpenuhi. Mereka menerima masing-masing satu dinar seperti yang sudah disepakati sebelum mereka mulai bekerja. Mereka melihat bahwa apa yang terjadi tidak adil; mereka mengungkapkan ketidaksenangan dan kekecewaan mereka dengan mengomel kepada pemilik tanah itu. Mereka mengomel dengan tidak sopan kepada tuan mereka. Mereka mengungkapkan keluhan-keluhan mereka dengan marah: kami bekerja keras sepanjang hari, menanggung teriknya matahari, dan menerima satu dinar; sedangkan mereka yang datang pukul lima sore, bekerja hanya satu jam, tetapi menerima satu dinar juga.
Tuan tersebut tidak merasa sakit hati. Dia memanggil salah satu pekerja yaitu juru bicaranya dan menyebut dia "saudara." Konotasinya mencela, tetapi nadanya bersahabat. Pemilik tanah tersebut menjawab omelan para pekerja dengan tetap menguasai situasi, "Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari?" Para pekerja yang tidak puas itu mungkin dapat pergi ke pengadilan, tetapi mereka tidak mempunyai bukti yang dapat melawan tuan mereka. Mereka telah menyetujui satu dinar untuk bekerja satu hari penuh seperti yang mereka terima. Tuduhan tidak adil terhadap tuan mereka adalah untuk menutupi iri hati dan ketamakan. Tuan tersebut tidak membantah, tidak menjelaskan, dan tidak membenarkan dirinya. Dia mengajukan pertanyaan-pertanyaan di mana pendengarnya dipaksa menjawab setuju. "Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari?" Sebuah pertanyaan yang juga merupakan satu jawaban. "Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku?"
Pokok permasalahannya bukanlah masalah kecurangan atau penipuan. Sebaliknya, tak seorang pun yang diperlakukan tidak adil. Sebagian besar para pekerja mengalami kemurahan hati si pemilik tanah. Jika ada orang yang mau berkorban dalam masalah ekonomi demi kebajikan, orang tersebut adalah si pemilik tanah. Pemilik tanah tersebut akan merasa jauh lebih baik jika telah membayar para pekerja dengan jumlah gaji yang tepat. Dia disalahkan karena kemurahan hatinya yang tulus. Dia bertanya, "Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?" Melalui pertanyaannya yang terakhir, tuan tersebut menghapuskan selubung dari pegawai yang tidak puas. Dia telah menunjukkan kebaikan dan keramahan, sementara para pekerja menunjukkan keirihatian dan ketamakan. Mereka benar-benar buta terhadap kebajikan tuannya sampai topeng yang menyelubungi ketidakpuasan mereka dilepaskan melalui pertanyaan, "Atau iri hatikah engkau karena aku murah hati?"
Kata Yesus, hal ini sama dengan apa yang ada di dalam Kerajaan Surga. Karena Allah begitu baik, prinsip kasih karunia menang. Prinsip di dalam dunia adalah bahwa dia yang bekerja paling lama menerima gaji yang paling banyak. Ini namanya adil. Tetapi prinsip-prinsip jasa dan kemampuan dikesampingkan di dalam Kerajaan Allah, sehingga kasih karunia dapat berlaku.
Kasih Karunia
Perumpamaan ini tidak bermaksud mengajarkan pelajaran bisnis atau ekonomi. Perumpamaan ini tidak digunakan sebagai contoh tentang hubungan manusia di dalam lingkup pekerjaan dan manajemen. Pengajaran yang disampaikan di dalam perumpamaan ini adalah kasih karunia menggantikan praktek-praktek keadilan yang memihak dan praktek-praktek bisnis demi keuntungan. Tuan di dalam perumpamaan ini pergi ke pasar beberapa kali dalam satu hari dan melihat di belakang tiap-tiap pekerja ada keluarga yang memerlukan sokongan. Dia tahu bahwa jumlah dibawah sedinar tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga dalam sehari. Oleh karena itu, tuan tersebut membayar para pekerja yang bekerja selama setengah hari berdasarkan kebutuhan akan besarnya tanggungan mereka pada hari itu, bukan berdasarkan hitungan jam kerja. Dia adalah orang yang paling murah hati.
Ketika Yesus mengajarkan perumpamaan ini, Dia menghadapi pendengar yang biasanya diajarkan tentang upah menurut doktrin Yahudi. Orang-orang sezaman-Nya percaya bahwa manusia harus mengumpulkan perbuatan baik sebanyak-banyaknya dimana perbuatan-perbuatan baik tersebut dapat diubah menjadi upah di hadapan Allah. Karena itu mereka dapat datang kepada Allah dan menuntut upah. Itulah doktrin yang berlaku pada zaman Yesus. Seharusnya mereka sudah mengenal kasih karunia Allah yang mereka pujikan di dalam Mazmur dan doa. Namun demikian dalam kehidupan sehari-hari, mereka tetap menekankan upah dari suatu perbuatan.
Di dalam mengajarkan perumpamaan ini, Yesus menunjukkan bahwa Allah tidak memperlakukan semua manusia menurut prinsip-prinsip upah, keadilan, dan ekonomi. Dalam beberapa hal, Allah tidak tertarik untuk mencari untung. Allah tidak memperlakukan manusia atas dasar "pukulan dibalas dengan pukulan" atau "satu perbuatan baik dibalas dengan perbuatan baik yang lain." Kasih karunia Allah tidak dapat dibagi secara sederhana menjadi jumlah proporsi yang sudah diatur dengan rapi menurut jasa yang telah di kumpulkan seseorang. Biasanya ada sebuah koin di dalam sirkulasi uang yang disebut pondion, yang nilainya seperduabelas dinar. Tetapi, kasih karunia Allah tidak beredar di dalam persentase, karena "dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia" (Yohanes 1:16).
Aplikasi :
Allah itu baik;
Allah itu baik;
Allah itu baik;
Amat baik bagi saya.
Pujian sederhana ini, yang dinyanyikan dengan semangat di dalam banyak bahasa di seluruh dunia, mengungkapkan arti dasar dari perumpamaan ini. Di dalam Kerajaan Surga, kebaikan Allah berlaku dan diperlihatkan kepada orang-orang yang telah masuk ke dalam Kerajaan melalui kasih karunia saja, Fakta bahwa pemilik tanah membayar satu dinar kepada mereka yang telah diberitahu bahwa mereka akan menerima "apa yang pantas" dan juga bagi mereka yang tidak diberitahu apa-apa mengenai upah mereka, semata-mata adalah kebaikan yang murni. Semua pekerja menerima upah yang sama, yang cukup untuk menghidupi keluarga mereka. Dan para pekerja yang telah setuju untuk bekerja dengan upah sedinar sehari harus mengakui bahwa tuan tanah tersebut adalah seorang yang adil, yang menghargai komitmennya. Keadilan dan kebaikan yang ditunjukkan di dalam perumpamaan ini merupakan karakteristik yang mendasar di dalam Kerajaan Allah.
Konteks yang dekat dengan perumpamaan ini berhubungan dengan pertanyaan Petrus dan respons Yesus. Petrus menanyakan apa yang akan diterima oleh dia dan murid-murid Yesus yang lain karen a mengikut Yesus: "Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?" Yesus menjawab bahwa pengikut-pengikut-Nya akan menerima berkat rohani yang tidak terkatakan:
Matius19:27-30
“Lalu Petrus menjawab dan berkata kepada Yesus: "Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?"Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel. Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal. Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu."
Yesus mengilustrasikan arti kalimat yang terakhir - "Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu" - dengan memakai perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur. Jadi, Dia menyimpulkan perumpamaan ini dengan kalimat yang sama, tetapi dengan urutan terbalik, "Yang terakhir akan menjadi yang terdahulu, dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir."
Dengan memakai perkataan ini Yesus tidak bermaksud menunjukkan kepada Petrus dan murid-murid lain bahwa posisi pertama dan terakhir di dalam kerajaan akan dibalik. Perumpamaan ini menunjukkan bahwa kesederajatan merupakan peraturan didalam Kerajaan Surga. Pekerjaan yang dilakukan oleh murid-murid, dan juga semua pengikut Yesus yang lain, dihargai sederajat, meskipun pekerjaan itu sendiri mungkin berbeda-beda. Pemberian Allah merupakan kasih karunia belaka. Kasih karunia Allah cukup untuk semua orang.
Pendengar mula-mula dari perumpamaan ini adalah murid-murid Yesus. Tidak dapat dipastikan apakah orang lain hadir pada saat itu. Sama seperti anak-anak pada zaman mereka, murid-murid ditekankan dengan doktrin tentang upah. Mereka perlu membuang pengajaran ini supaya menghargai kebaikan Allah sepenuhnya, dan mereka melihat bahwa tempat mereka di dalam Kerajaan Surga didasarkan pada kasih karunia. Lagipula, selama waktu itu mereka juga akan menyambut non Yahudi masuk ke gereja. Misalnya, Petrus dikirim ke rumah Kornelius, seorang perwira pasukan Roma, untuk memberitakan Injil, untuk membaptis orang-orang percaya, dan untuk memuliakan Allah yang menjamin "pertobatan yang memimpin kepada hidup" bagi non Yahudi (Kisah 11:18). Orang-orang bukan Yahudi akan menerima pemberian yang sama dengan yang Allah berikan kepada bangsa Yahudi yang percaya kepada Yesus. Paulus menyebutkan pemberian ini sebagai sebuah misteri dan menyimpulkan "bahwa orang-orang bukan Yahudi, karena Berita Injil, turut menjadi ahli-ahli waris dan anggota-anggota tubuh dan peserta dalam janji yang diberikan dalam Kristus Yesus" (Efesus 3:6).
Kemudian, siapa sebenarnya pekerja-pekerja yang menggerutu? Meskipun perumpamaan ini seharusnya tidak ditafsirkan secara alegoris, pertanyaan yang berhubungan dengan arti dari para pekerja yang mengeluh adalah benar. Mereka dapat dibandingkan dengan anak sulung di dalam perumpamaan anak yang hilang. Kedua perumpamaan ini merefleksikan sikap beberapa orang Farisi yang menempatkan diri berada di posisi tingkat pertama di dalam Kerajaan Allah karena semangat mereka di dalam mematuhi hukum Allah. Orang-orang Farisi mengharapkan Allah memberi upah atas pekerjaan mereka dan menahan berkat untuk orang-orang berdosa yang tidak pantas untuk mendapatkannya. Dengan menggunakan perumpamaan-perumpamaan ini, Yesus menunjukkan kepada mereka (dengan mengasumsikan bahwa orang-orang itu sebagai pendengar) bahwa Allah adalah Allah yang adil, yang menghormati Firman-Nya, tetapi Dia juga menawarkan "belas kasihan yang bukan berdasarkan perjanjian" bagi mereka yang tidak pantas menerimanya, tetapi meskipun demikian mereka juga merupakan orang-orang yang berhak menerima kasih karunia-Nya.
Perumpamaan ini mengajarkan bahwa ketika seseorang datang kepada Allah, ia tidak menerima kasih karunia ilahi berdasarkan kalkulasi yang diperhitungkan dengan teliti. Tetapi Allah dengan bebas memberikan jaminan pemberian pengampunan, perdamaian, damai, sukacita, kebahagiaan, dan kepastian kepada mereka. Semua kebutuhannya dipenuhi "menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus" (Filipi 4:19). Bagi orang-orang Kristen, masuknya orang-orang yang bertobat ke dalam gereja Yesus Kristus haruslah menjadi alasan untuk bersukacita, bukan alasan untuk bersikap skeptik. Tetapi sejarah mengajarkan bahwa skeptisisme seperti itu telah terjadi berulang kali. Ketika George Whitefield, John dan Charles Wesley membawa Injil kepada masyarakat kelas rendah pada abad ke delapan belas, mereka dikritik dan dimarahi oleh orang-orang Kristen konvensional. William Booth dihukum oleh orang-orang gereja yang merasa diri benar pada zamannya, karena dia menunjukkan belas kasihan kepada para penghuni perkampungan yang sangat miskin dan kotor di London dan memberi mereka "soup, soap, and salvation" ("sup, sabun dan keselamatan").
Perumpamaan ini akan selalu tidak dapat diterima oleh orang orang yang mengharapkan dapat mengatur keselamatan menurut aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang dibuat manusia. Tetapi Kerajaan Surga bebas dari birokrasi manusia, seperti yang diajarkan Alkitab. Kasih karunia Allah penuh dan bebas untuk semua orang yang datang kepada-Nya di dalam iman. Dan semua yang menerima kasih karunia ini menyatakan bersama-sama dengan Pemazmur demikian:
Mazmur 107:1
“Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.”
SHARED BY
LOG
Cerita yang dikenal dengan judul "Orang-orang Upahan di Kebun Anggur" ini merupakan salah satu perumpamaan tentang Kerajaan Surga yang ditulis oleh Matius. Tetapi perumpamaan ini tidak berakhir dengan pesan, "pergi dan perbuatlah demikian" di dalam Kerajaan Allah. Fokus perumpamaan ini bukan pada hubungan pekerja dan bukan soal memberikan gaji yang adil, tetapi pada perkataan dan perbuatan tuan yang secara teologis menunjuk pada Allah yang dengan bebas memberikan karunia yang baik kepada manusia. Cerita ini sungguh-sungguh menggemakan sebaris kalimat dari salah satu bagian Mazmur Daud, "Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu ... " (Mazmur 34:9).
Pekerjaan dan Pekerja-pekerja :
Perumpamaan ini tidak memberikan waktu yang tepat saat di mana para pekerja dibutuhkan untuk bekerja di kebun anggur. Namun demikian asumsi bahwa ini terjadi pada bulan September} di mana buah anggur dipanen, tidaklah terlalu dibuat-buat. Periode waktu dari terbit sampai terbenamnya matahari selama bulan September di Israel adalah sekitar pukul 6 pagi sampai 6 sore. Dengan mengabaikan waktu istirahat untuk makan dan berdoa, pekerja-pekerja Yahudi pada zaman Yesus menganggap lama waktu kerja yang biasa dalam sehari adalah sepuluh jam. Temperatur pada bulan September di Israel selama tengah hari masih cukup tinggi, sehingga pekerja-pekerja di luar ladang atau di kebun anggur benar-benar mengalami "panasnya hari itu." Seorang pemilik kebun anggur yang cukup besar telah menetapkan untuk memanen anggurnya pada hari yang sudah ditentukan. Semua hamba yang bekerja kepadanya sepanjang tahun pergi ke kebun anggur pada pukul 6.00 pagi, sementara pada waktu fajar menyingsing pemiliknya mengunjungi pasar-pasar di dekat kota atau desa. Dia memerlukan sejumlah pekerja-pekerja lain, yaitu mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan yang mau melakukan pekerjaan harian dengan gaji yang pantas yaitu satu dinar sehari. Pria-pria yang sehat dan mampu untuk bekerja berdiri sejak pagi antara pukul 5.00 dan 6.00 menunggu tuan yang datang kepada mereka untuk memberi pekerjaan. Pemilik kebun anggur itu berbicara kepada mereka, menyebutkan gaji harian mereka sebesar satu dinar. Mereka semua setuju, lalu ia membawa mereka ke kebun anggur untuk bekerja selama sepuluh jam. Pekerja-pekerja yang tidak mempunyai pekerjaan yang tetap itu sangat bergantung kepada tuan yang memerlukan mereka untuk bekerja dalam jangka waktu yang pendek. Jelas sekali bahwa para pekerja jauh lebih bergantung kepada kebaikan dan kemurahan tuan mereka daripada sebaliknya.
Pada zaman Yesus merupakan hak yang istimewa bagi seorang pekerja untuk ditempatkan di dalam posisi untuk mendapatkan gaji. Dengan menyediakan pekerjaan baginya, tuan tersebut telah menunjukkan kebaikan hati kepadanya. Perbuatan tersebut merupakan suatu anugerah dari tuannya. Dengan menghabiskan waktu menganggur di pasar berarti pekerja dan keluarganya bersandar kepada derma. Pekerja itu tidak memiliki sumber pendapatan, dan tidak selalu ada pemberian dari orang kaya. Karenanya, satu hari kerja merupakan anugerah bagi dia dan keluarganya.
Sementara para hamba dan pekerja sibuk dengan pekerjaannya di kebun anggur, pemilik kebun kembali ke pasar untuk melihat kalau¬kalau dia dapat menemukan lebih banyak pekerja lagi. Pada waktu itu antara pukul 8.00 dan pukul 9.00, waktu di mana banyak pekerja sedang melewatkan waktu mereka di pasar. Tuan tersebut meminta mereka untuk menghabiskan sis a waktu mereka bekerja di kebun anggurnya. Tuan tersebut menjanjikan gaji yang adil kepada mereka, meskipun dia tidak menetapkan jumlahnya. Para pekerja tersebut, mengetahui reputasi pemilik kebun anggur, percaya penuh kepadanya. Mereka pasti tidak akan kecewa di akhir hari itu.
Karena pekerjaan bertambah dan setelah pemilik dan mandurnya menghitung jumlah jam kerja yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan sebelum malam tiba, maka diperlukan tambahan pekerja. Pemilik kebun anggur mengetahui dengan pasti kapan buah anggurnya harus dipetik. Jika anggur-anggur tersebut tidak dipetik dan tertunda satu atau dua hari saja, maka kandungan gulanya menjadi terlalu tinggi. Harga pasar untuk anggur yang sangat bermutu tergantung pada ketepatan jumlah kadar gula dalam anggur. Jika waktu panen jatuh pada hari Jumat, pemilik tanah akan melakukan segalanya dengan segenap kekuatannya untuk menggaji pekerja tambahan supaya bisa menyelesaikan pekerjaannya sebelum hari Sabat.
Pergi ke pasar yang terdekat dilakukan dalam jangka waktu yang teratur, pada waktu siang dan pada pukul 15.00, dengan berbagai tingkat keberhasilan. Menjelang petang terlihat jelas bahwa proyek tersebut tidak dapat diselesaikan sebelum gelap kecuali didatangkan tambahan pekerja. Pemilik kebun anggur kembali lagi ke pasar pada jam lima dan mendapati orang-orang yang sedang berdiri. Dia bertanya mengapa mereka masih berada di pasar pada jam itu. Jawabannya adalah bahwa tidak ada seorang pun yang datang untuk menawarkan pekerjaan kepada mereka. Tuan itu berkata: "Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku." Tidak disebutkan di sana tentang pemberian upah.
Pemilik kebun anggur tahu bahwa para pekerja diizinkan untuk makan anggur sebanyak yang mereka inginkan. Dia memperkirakan kehilangan hampir tiga persen dari hasil panennya untuk pekerja-pekerjanya. Tetapi, dengan menggaji pekerja-pekerja yang mulai bekerja pada waktu petang, dia tidak beresiko kehilangan anggur terlalu banyak. Dia mengharapkan agar para pekerja memakai energi mereka untuk memanen anggur. "Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku."
Jam Kerja dan Upah :
Sepanjang perumpamaan ini, tuan merupakan figur yang dominan. Dia pergi ke pasar pada waktu fajar menyingsing, mengupah pekerja-pekerja, mengamati perlunya pekerja-pekerja tambahan, dan kembali ke pasar berkali-kali untuk menambah lebih banyak pekerja. Dialah yang memerintahkan mandurnya untuk membayar para pekerja, dan dia sendirilah yang mengarahkan para pekerja yang berpikir bahwa mereka dicurangi. Pemilik kebun anggurlah yang mengontrol situasi mulai dari permulaan sampai akhir. Kenyataannya, dialah orang kepada siapa Kerajaan Surga dapat dibandingkan dalam kalimat pembukaan.
Bermacam-macam pertanyaan mungkin diajukan berkenaan dengan manajemen kebun anggur tersebut. Contohnya, mengapa pemilik kebun anggur kembali ke pasar sedikitnya empat kali untuk mengupah pekerja-pekerja tambahan? Kita mengharapkan agar pemilik kebun anggur tersebut membuat perhitungan yang hati-hati pada permulaan hari dan mengupah pekerja-pekerja dalam jumlah yang tepat untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut sebelum malam tiba. Tetapi kita tidak boleh menggunakan analisa Barat untuk cerita yang terjadi dalam kebudayaan timur. Hukum persediaan dan kebutuhan diteliti dengan jelas sekali. Tidak ada tuan yang menggunakan pekerja lebih banyak dari yang diperlukan. Lagipula pekerja-pekerja yang bekerja pada periode yang berikutnya pada hari itu datang ke kebun anggur tanpa merasa letih dan tidak dengan energi yang tersisa. Tuan tersebut menerima timbal balik yang tinggi dari pekerja-pekerja yang memberikan semua energinya selama separuh hari atau kurang.
Para pekerja dapat digaji dalam hitungan jam dan dapat meminta bayaran segera pada saat pekerjaan mereka selesai. Pekerja-pekerja yang berdiri di pasar sepanjang hari dapat pulang ke rumah pagi-pagi jika tidak ada orang yang memberikan pekerjaan kepada mereka. Atau mereka menunggu tuan-tuan yang datang dan memanggil mereka untuk bekerja setengah hari. Pekerja-pekerja ini tidak bermalas-malasan mencampuri urusan orang lain dan menghabiskan waktu mereka dengan gosip. Mereka mempunyai keluarga yang harus ditanggung dan karena itu dengan penuh harapan mereka menunggu seorang tuan yang membutuhkan pelayanan mereka. Bahkan pada pukul 17.00, mereka masih menunggu, berharap untuk diberi pekerjaan meskipun hanya satu jam atau untuk membuat persiapan untuk hari berikutnya. Pekerja-pekerja itu menunjukkan kesetiaan, dedikasi, dan sikap dapat dipercayai dengan cara mereka sendiri.
Para pekerja dibayar di akhir hari, Tuan-tuan juga memperhatikan perintah Alkitab untuk tidak menahan upah seorang pekerja sampai esok harinya (Imamat 19:13) dan tidak mengambil keuntungan dari pekerja yang miskin dan melarat. "Pada hari itu juga haruslah engkau membayar upahnya sebelum matahari terbenam; ia mengharapkannya, karena ia orang miskin; supaya ia jangan berseru kepada TVHAN mengenai engkau dan hal itu menjadi dosa bagimu" (Ulangan 24:15). Pemilik kebun anggur tersebut sangat memperhatikan perintah ini dan memerintahkan mandurnya untuk membayar upah para pekerja. Dia digambarkan sebagai orang yang adil dan dapat dipercaya. Hanya pekerja-pekerja yang bekerja mulai jam enam pagi yang dijanjikan upah satu dinar sehari. Mereka yang bekerja pukul sembilan diberitahu bahwa tuan tersebut akan membayar mereka sepantasnya. Dan mereka yang mulai bekerja pada jam berikutnya bahkan tidak diberitahu tentang gaji mereka. Mereka datang ke kebun anggur, mereka benar-benar percaya bahwa pemilik kebun akan membayar sesuatu kepada mereka pada sore harinya.
Pemilik tanah tersebut adalah orang yang memegang ucapannya. Pada waktu dia memerintahkan mandurnya untuk membayar upah para pekerja, dia membuat satu ketentuan: mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk terdahulu. Sungguh mengherankan ketika pekerja yang masuk terakhir menerima upah satu dinar! Mereka senang, sukacita, dan penuh ucapan terima kasih. Mereka tahu bahwa pemilik tanah itu bukan hanya dapat dipercaya dan jujur, tetapi juga murah hati. Semua pekerja yang bekerja setengah hari menerima upah yang sama dan menyaksikan kebaikan dan kemurahan hati tuannya.
Tetapi para pekerja yang bekerja mulai fajar dan yang merasakan panasnya matahari, berharap masing-masing dapat menerima lebih dari satu dinar. Mereka juga berharap bisa merasakan kemurahan hati tuannya. Tetapi harapan mereka tidak terpenuhi. Mereka menerima masing-masing satu dinar seperti yang sudah disepakati sebelum mereka mulai bekerja. Mereka melihat bahwa apa yang terjadi tidak adil; mereka mengungkapkan ketidaksenangan dan kekecewaan mereka dengan mengomel kepada pemilik tanah itu. Mereka mengomel dengan tidak sopan kepada tuan mereka. Mereka mengungkapkan keluhan-keluhan mereka dengan marah: kami bekerja keras sepanjang hari, menanggung teriknya matahari, dan menerima satu dinar; sedangkan mereka yang datang pukul lima sore, bekerja hanya satu jam, tetapi menerima satu dinar juga.
Tuan tersebut tidak merasa sakit hati. Dia memanggil salah satu pekerja yaitu juru bicaranya dan menyebut dia "saudara." Konotasinya mencela, tetapi nadanya bersahabat. Pemilik tanah tersebut menjawab omelan para pekerja dengan tetap menguasai situasi, "Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari?" Para pekerja yang tidak puas itu mungkin dapat pergi ke pengadilan, tetapi mereka tidak mempunyai bukti yang dapat melawan tuan mereka. Mereka telah menyetujui satu dinar untuk bekerja satu hari penuh seperti yang mereka terima. Tuduhan tidak adil terhadap tuan mereka adalah untuk menutupi iri hati dan ketamakan. Tuan tersebut tidak membantah, tidak menjelaskan, dan tidak membenarkan dirinya. Dia mengajukan pertanyaan-pertanyaan di mana pendengarnya dipaksa menjawab setuju. "Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari?" Sebuah pertanyaan yang juga merupakan satu jawaban. "Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku?"
Pokok permasalahannya bukanlah masalah kecurangan atau penipuan. Sebaliknya, tak seorang pun yang diperlakukan tidak adil. Sebagian besar para pekerja mengalami kemurahan hati si pemilik tanah. Jika ada orang yang mau berkorban dalam masalah ekonomi demi kebajikan, orang tersebut adalah si pemilik tanah. Pemilik tanah tersebut akan merasa jauh lebih baik jika telah membayar para pekerja dengan jumlah gaji yang tepat. Dia disalahkan karena kemurahan hatinya yang tulus. Dia bertanya, "Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?" Melalui pertanyaannya yang terakhir, tuan tersebut menghapuskan selubung dari pegawai yang tidak puas. Dia telah menunjukkan kebaikan dan keramahan, sementara para pekerja menunjukkan keirihatian dan ketamakan. Mereka benar-benar buta terhadap kebajikan tuannya sampai topeng yang menyelubungi ketidakpuasan mereka dilepaskan melalui pertanyaan, "Atau iri hatikah engkau karena aku murah hati?"
Kata Yesus, hal ini sama dengan apa yang ada di dalam Kerajaan Surga. Karena Allah begitu baik, prinsip kasih karunia menang. Prinsip di dalam dunia adalah bahwa dia yang bekerja paling lama menerima gaji yang paling banyak. Ini namanya adil. Tetapi prinsip-prinsip jasa dan kemampuan dikesampingkan di dalam Kerajaan Allah, sehingga kasih karunia dapat berlaku.
Kasih Karunia
Perumpamaan ini tidak bermaksud mengajarkan pelajaran bisnis atau ekonomi. Perumpamaan ini tidak digunakan sebagai contoh tentang hubungan manusia di dalam lingkup pekerjaan dan manajemen. Pengajaran yang disampaikan di dalam perumpamaan ini adalah kasih karunia menggantikan praktek-praktek keadilan yang memihak dan praktek-praktek bisnis demi keuntungan. Tuan di dalam perumpamaan ini pergi ke pasar beberapa kali dalam satu hari dan melihat di belakang tiap-tiap pekerja ada keluarga yang memerlukan sokongan. Dia tahu bahwa jumlah dibawah sedinar tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga dalam sehari. Oleh karena itu, tuan tersebut membayar para pekerja yang bekerja selama setengah hari berdasarkan kebutuhan akan besarnya tanggungan mereka pada hari itu, bukan berdasarkan hitungan jam kerja. Dia adalah orang yang paling murah hati.
Ketika Yesus mengajarkan perumpamaan ini, Dia menghadapi pendengar yang biasanya diajarkan tentang upah menurut doktrin Yahudi. Orang-orang sezaman-Nya percaya bahwa manusia harus mengumpulkan perbuatan baik sebanyak-banyaknya dimana perbuatan-perbuatan baik tersebut dapat diubah menjadi upah di hadapan Allah. Karena itu mereka dapat datang kepada Allah dan menuntut upah. Itulah doktrin yang berlaku pada zaman Yesus. Seharusnya mereka sudah mengenal kasih karunia Allah yang mereka pujikan di dalam Mazmur dan doa. Namun demikian dalam kehidupan sehari-hari, mereka tetap menekankan upah dari suatu perbuatan.
Di dalam mengajarkan perumpamaan ini, Yesus menunjukkan bahwa Allah tidak memperlakukan semua manusia menurut prinsip-prinsip upah, keadilan, dan ekonomi. Dalam beberapa hal, Allah tidak tertarik untuk mencari untung. Allah tidak memperlakukan manusia atas dasar "pukulan dibalas dengan pukulan" atau "satu perbuatan baik dibalas dengan perbuatan baik yang lain." Kasih karunia Allah tidak dapat dibagi secara sederhana menjadi jumlah proporsi yang sudah diatur dengan rapi menurut jasa yang telah di kumpulkan seseorang. Biasanya ada sebuah koin di dalam sirkulasi uang yang disebut pondion, yang nilainya seperduabelas dinar. Tetapi, kasih karunia Allah tidak beredar di dalam persentase, karena "dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia" (Yohanes 1:16).
Aplikasi :
Allah itu baik;
Allah itu baik;
Allah itu baik;
Amat baik bagi saya.
Pujian sederhana ini, yang dinyanyikan dengan semangat di dalam banyak bahasa di seluruh dunia, mengungkapkan arti dasar dari perumpamaan ini. Di dalam Kerajaan Surga, kebaikan Allah berlaku dan diperlihatkan kepada orang-orang yang telah masuk ke dalam Kerajaan melalui kasih karunia saja, Fakta bahwa pemilik tanah membayar satu dinar kepada mereka yang telah diberitahu bahwa mereka akan menerima "apa yang pantas" dan juga bagi mereka yang tidak diberitahu apa-apa mengenai upah mereka, semata-mata adalah kebaikan yang murni. Semua pekerja menerima upah yang sama, yang cukup untuk menghidupi keluarga mereka. Dan para pekerja yang telah setuju untuk bekerja dengan upah sedinar sehari harus mengakui bahwa tuan tanah tersebut adalah seorang yang adil, yang menghargai komitmennya. Keadilan dan kebaikan yang ditunjukkan di dalam perumpamaan ini merupakan karakteristik yang mendasar di dalam Kerajaan Allah.
Konteks yang dekat dengan perumpamaan ini berhubungan dengan pertanyaan Petrus dan respons Yesus. Petrus menanyakan apa yang akan diterima oleh dia dan murid-murid Yesus yang lain karen a mengikut Yesus: "Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?" Yesus menjawab bahwa pengikut-pengikut-Nya akan menerima berkat rohani yang tidak terkatakan:
Matius19:27-30
“Lalu Petrus menjawab dan berkata kepada Yesus: "Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?"Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel. Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal. Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu."
Yesus mengilustrasikan arti kalimat yang terakhir - "Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu" - dengan memakai perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur. Jadi, Dia menyimpulkan perumpamaan ini dengan kalimat yang sama, tetapi dengan urutan terbalik, "Yang terakhir akan menjadi yang terdahulu, dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir."
Dengan memakai perkataan ini Yesus tidak bermaksud menunjukkan kepada Petrus dan murid-murid lain bahwa posisi pertama dan terakhir di dalam kerajaan akan dibalik. Perumpamaan ini menunjukkan bahwa kesederajatan merupakan peraturan didalam Kerajaan Surga. Pekerjaan yang dilakukan oleh murid-murid, dan juga semua pengikut Yesus yang lain, dihargai sederajat, meskipun pekerjaan itu sendiri mungkin berbeda-beda. Pemberian Allah merupakan kasih karunia belaka. Kasih karunia Allah cukup untuk semua orang.
Pendengar mula-mula dari perumpamaan ini adalah murid-murid Yesus. Tidak dapat dipastikan apakah orang lain hadir pada saat itu. Sama seperti anak-anak pada zaman mereka, murid-murid ditekankan dengan doktrin tentang upah. Mereka perlu membuang pengajaran ini supaya menghargai kebaikan Allah sepenuhnya, dan mereka melihat bahwa tempat mereka di dalam Kerajaan Surga didasarkan pada kasih karunia. Lagipula, selama waktu itu mereka juga akan menyambut non Yahudi masuk ke gereja. Misalnya, Petrus dikirim ke rumah Kornelius, seorang perwira pasukan Roma, untuk memberitakan Injil, untuk membaptis orang-orang percaya, dan untuk memuliakan Allah yang menjamin "pertobatan yang memimpin kepada hidup" bagi non Yahudi (Kisah 11:18). Orang-orang bukan Yahudi akan menerima pemberian yang sama dengan yang Allah berikan kepada bangsa Yahudi yang percaya kepada Yesus. Paulus menyebutkan pemberian ini sebagai sebuah misteri dan menyimpulkan "bahwa orang-orang bukan Yahudi, karena Berita Injil, turut menjadi ahli-ahli waris dan anggota-anggota tubuh dan peserta dalam janji yang diberikan dalam Kristus Yesus" (Efesus 3:6).
Kemudian, siapa sebenarnya pekerja-pekerja yang menggerutu? Meskipun perumpamaan ini seharusnya tidak ditafsirkan secara alegoris, pertanyaan yang berhubungan dengan arti dari para pekerja yang mengeluh adalah benar. Mereka dapat dibandingkan dengan anak sulung di dalam perumpamaan anak yang hilang. Kedua perumpamaan ini merefleksikan sikap beberapa orang Farisi yang menempatkan diri berada di posisi tingkat pertama di dalam Kerajaan Allah karena semangat mereka di dalam mematuhi hukum Allah. Orang-orang Farisi mengharapkan Allah memberi upah atas pekerjaan mereka dan menahan berkat untuk orang-orang berdosa yang tidak pantas untuk mendapatkannya. Dengan menggunakan perumpamaan-perumpamaan ini, Yesus menunjukkan kepada mereka (dengan mengasumsikan bahwa orang-orang itu sebagai pendengar) bahwa Allah adalah Allah yang adil, yang menghormati Firman-Nya, tetapi Dia juga menawarkan "belas kasihan yang bukan berdasarkan perjanjian" bagi mereka yang tidak pantas menerimanya, tetapi meskipun demikian mereka juga merupakan orang-orang yang berhak menerima kasih karunia-Nya.
Perumpamaan ini mengajarkan bahwa ketika seseorang datang kepada Allah, ia tidak menerima kasih karunia ilahi berdasarkan kalkulasi yang diperhitungkan dengan teliti. Tetapi Allah dengan bebas memberikan jaminan pemberian pengampunan, perdamaian, damai, sukacita, kebahagiaan, dan kepastian kepada mereka. Semua kebutuhannya dipenuhi "menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus" (Filipi 4:19). Bagi orang-orang Kristen, masuknya orang-orang yang bertobat ke dalam gereja Yesus Kristus haruslah menjadi alasan untuk bersukacita, bukan alasan untuk bersikap skeptik. Tetapi sejarah mengajarkan bahwa skeptisisme seperti itu telah terjadi berulang kali. Ketika George Whitefield, John dan Charles Wesley membawa Injil kepada masyarakat kelas rendah pada abad ke delapan belas, mereka dikritik dan dimarahi oleh orang-orang Kristen konvensional. William Booth dihukum oleh orang-orang gereja yang merasa diri benar pada zamannya, karena dia menunjukkan belas kasihan kepada para penghuni perkampungan yang sangat miskin dan kotor di London dan memberi mereka "soup, soap, and salvation" ("sup, sabun dan keselamatan").
Perumpamaan ini akan selalu tidak dapat diterima oleh orang orang yang mengharapkan dapat mengatur keselamatan menurut aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang dibuat manusia. Tetapi Kerajaan Surga bebas dari birokrasi manusia, seperti yang diajarkan Alkitab. Kasih karunia Allah penuh dan bebas untuk semua orang yang datang kepada-Nya di dalam iman. Dan semua yang menerima kasih karunia ini menyatakan bersama-sama dengan Pemazmur demikian:
Mazmur 107:1
“Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.”
SHARED BY
LOG
No comments:
Post a Comment