Kita sering tidak menyadari arti pentingnya membaca Firman
Tuhan. Waktu berinteraksi dengan Firman Tuhan, kita lebih dari sekedar
mengumpulkan informasi, kita sedang dirubah dan dibentuk oleh Firman itu.
Sehari-hari kita mengumpulkan informasi apa saja. Lalu kita memanfaatkannya.
Informasi kemacetan lalu lintas, kita manfaatkan untuk menghindari kemacetan.
Kata iklan : “Knowledge is power.” Tetapi membaca Firman Tuhan tidak seperti
itu. Kita tidak memanfaatkan Firman. Firman Tuhan lebih tinggi tingkatannya
dari pada kita, karena Firman Tuhan yang tertulis itu adalah Tuhan Yesus. Waktu
kita membacanya, Dia berfirman kepada kita. Dengan Firman-Nya, kita
dihancurkan, dirubah dan dibentuk oleh Tuhan Yesus. Karena itu, waktu membaca
Firman, kita harus membuka hati kita. Artinya, kita tunduk merendahkan diri
terhadap Firman yang kita baca, dan kita percaya apa yang dikatakan dan
mentaati perintah-Nya. Jadi, bacalah Firman Tuhan dengan rasa hormat, jangan
terburu-buru, jangan sepintas saja, seperti membaca surat kabar. Bacalah dengan
hati lembut yang siap dibentuk, karena Tuhan Yesus sendiri sedang berbicara kepada
kita. Dengan sikap seperti itu, pembacaan Firman bermanfaat bagi kita.
............................................................ FOR THEY KNOW NOT WHAT THEY DO" (LUKE 23 : 34)
Wednesday, October 24, 2012
Tuesday, October 23, 2012
Mengasihi Tuhan
The Golden Rules mengatakan: “Kasihilah Allah Tuhanmu dengan segenap hatimu, jiwamu, kekuatanmu dan
akal budimu dan mengasihi sesama seperti dirimu sendiri.” Lukas 10:27
Mengasihi Tuhan Allah kita melibatkan seluruh keberadaan kita seutuhnya : hati, jiwa, akal budi dan kekuatan kita. Inilah jiwa dari hukum Torat yang gagal dipraktekkan oleh orang Israel. Mereka mempraktekkan hukum utama ini secara lahiriah saja, sebagai aturan agama. Itu pun tetap masih gagal. Matius 19:16-20 menceritakan tentang kegagalan seorang dalam melakukan Hukum Utama itu dari segi aturan agama saja. Mengasihi Tuhan dengan seluruh keberadaan kita, dengan kasih manusiawi kita yang penuh kekurangan, tentu tidak mungkin. Kita akan terjebak kepada usaha memenuhi Hukum Utama itu secara lahiriah saja, untuk memenuhi syarat agama, seperti orang Israel.
Hubungan kasih adalah hubungan yang paling total dan intim. Kita harus mengakui bahwa ketidaksempurnaan kasih kita, adalah karena dosa-dosa kita. Dengan pengampunan-Nya, yang merupakan wujud kasih-Nya, kita dimampukan untuk mengasihi Dia. Pada waktu kita diampuni, hati kita dipenuhi dengan kasih-Nya. Dengan kasih-Nya, bukan kasih manusiawi, kita dapat mengasihi Dia secara total, bahkan juga mengasihi sesama. Inilah inti dari penyembahan itu. Sudahkah kita mendapatkan pengampunan-Nya melalui Tuhan Yesus Kristus ?
SHARED BY
LOG
Mengasihi Tuhan Allah kita melibatkan seluruh keberadaan kita seutuhnya : hati, jiwa, akal budi dan kekuatan kita. Inilah jiwa dari hukum Torat yang gagal dipraktekkan oleh orang Israel. Mereka mempraktekkan hukum utama ini secara lahiriah saja, sebagai aturan agama. Itu pun tetap masih gagal. Matius 19:16-20 menceritakan tentang kegagalan seorang dalam melakukan Hukum Utama itu dari segi aturan agama saja. Mengasihi Tuhan dengan seluruh keberadaan kita, dengan kasih manusiawi kita yang penuh kekurangan, tentu tidak mungkin. Kita akan terjebak kepada usaha memenuhi Hukum Utama itu secara lahiriah saja, untuk memenuhi syarat agama, seperti orang Israel.
Hubungan kasih adalah hubungan yang paling total dan intim. Kita harus mengakui bahwa ketidaksempurnaan kasih kita, adalah karena dosa-dosa kita. Dengan pengampunan-Nya, yang merupakan wujud kasih-Nya, kita dimampukan untuk mengasihi Dia. Pada waktu kita diampuni, hati kita dipenuhi dengan kasih-Nya. Dengan kasih-Nya, bukan kasih manusiawi, kita dapat mengasihi Dia secara total, bahkan juga mengasihi sesama. Inilah inti dari penyembahan itu. Sudahkah kita mendapatkan pengampunan-Nya melalui Tuhan Yesus Kristus ?
SHARED BY
LOG
Saturday, October 20, 2012
Agama VS Ilmu Pengetahuan
Buku Stephen Hawking terus disoroti oleh berbagai kalangan,
pro maupun kontra. Pembahasan dapat dikelompokkan ke dalam dua bidang : ilmu
pengetahuan (Fisika) dan agama. Komentar seorang rabbi Yahudi mengatakan bahwa
ilmu pengetahuan mencari/menemukan fakta; agama menafsirkan fakta. Larry King
dari CNN membahas kalimat “dunia
diciptakan dari yang tidak ada menjadi ada. Adakah yang menciptakan yang tidak
ada ?” Pertanyaan-pertanyaan filosofis yang tidak ada jawaban final.
Kita percaya bahwa menurut Firman Tuhan, (Ibrani 11:3) Tuhan menciptakan semua yang ada. Ayat ini menyatakan proses terjadinya penciptaan, bukan untuk membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Alkitab tidak ditulis untuk membuktikan keberadaan Tuhan. Keberadaan Tuhan adalah sesuatu yang “given”, yang harus kita terima. Seperti tertulis di Kej 1:1, “Pada mulanya, Allah menciptakan … “. Di dalam alam semesta ini, banyak fakta yang membawa kita kepada keyakinan iman bahwa Tuhan itu ada. Dia adalah satu Pribadi yang mempunyai maksud dalam menciptakan alam semesta. Tuhan adalah roh yang mempunyai kehendak, perasaan, intelek, sebagai satu Pribadi. Contoh: Kalau alam semesta terjadi karena hukum gravitasi yang tidak punya pribadi, dari mana umat manusia memiliki etika moral yang dapat membedakan apa yang benar dan yang salah ? Dari mana rasa bersalah itu timbul, kalau bukan bagian dari suatu pertanggungjawaban atas tindakan kita. Singa membunuh korbannya tanpa rasa salah, manusia membunuh sesamanya, akan dihantui rasa bersalah.
Pandangan Stephen Hawking yang sekuler berusaha mengeluarkan Tuhan dari penciptaan alam semesta. Tuhan terlalu besar untuk dikeluarkan dari ciptaan-Nya. Mazmur 19 menyatakan bahwa ciptaan Tuhan menyatakan kemuliaan-Nya. Banyak orang berpandangan sekuler, yang berusaha mengeluarkan Tuhan dari hidupnya. “Aku adalah aku”, kata mereka. Ucapan ini hanya benar kalau diucapkan oleh Tuhan sendiri. Kalau manusia yuang mengucapkannya, jelas dia tidak kenal jatidirinya. Manusia memerlukan Tuhan. Tanpa Dia, kita tidak dapat hidup, apalagi menerima hidup yang kekal. Banyak orang yang seperti ini, mereka perlu Tuhan. Tugas kita adalah membawa mereka kepada Tuhan.
SHARED BY
LOG
Kita percaya bahwa menurut Firman Tuhan, (Ibrani 11:3) Tuhan menciptakan semua yang ada. Ayat ini menyatakan proses terjadinya penciptaan, bukan untuk membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Alkitab tidak ditulis untuk membuktikan keberadaan Tuhan. Keberadaan Tuhan adalah sesuatu yang “given”, yang harus kita terima. Seperti tertulis di Kej 1:1, “Pada mulanya, Allah menciptakan … “. Di dalam alam semesta ini, banyak fakta yang membawa kita kepada keyakinan iman bahwa Tuhan itu ada. Dia adalah satu Pribadi yang mempunyai maksud dalam menciptakan alam semesta. Tuhan adalah roh yang mempunyai kehendak, perasaan, intelek, sebagai satu Pribadi. Contoh: Kalau alam semesta terjadi karena hukum gravitasi yang tidak punya pribadi, dari mana umat manusia memiliki etika moral yang dapat membedakan apa yang benar dan yang salah ? Dari mana rasa bersalah itu timbul, kalau bukan bagian dari suatu pertanggungjawaban atas tindakan kita. Singa membunuh korbannya tanpa rasa salah, manusia membunuh sesamanya, akan dihantui rasa bersalah.
Pandangan Stephen Hawking yang sekuler berusaha mengeluarkan Tuhan dari penciptaan alam semesta. Tuhan terlalu besar untuk dikeluarkan dari ciptaan-Nya. Mazmur 19 menyatakan bahwa ciptaan Tuhan menyatakan kemuliaan-Nya. Banyak orang berpandangan sekuler, yang berusaha mengeluarkan Tuhan dari hidupnya. “Aku adalah aku”, kata mereka. Ucapan ini hanya benar kalau diucapkan oleh Tuhan sendiri. Kalau manusia yuang mengucapkannya, jelas dia tidak kenal jatidirinya. Manusia memerlukan Tuhan. Tanpa Dia, kita tidak dapat hidup, apalagi menerima hidup yang kekal. Banyak orang yang seperti ini, mereka perlu Tuhan. Tugas kita adalah membawa mereka kepada Tuhan.
SHARED BY
LOG
Labels:
Alkitab,
Article,
Bahasa Indonesia,
Bible,
Bible Study,
Motivation
Location:
Pulau Pari, Indonesia
Friday, October 19, 2012
Apa itu Penyembahan?
Salah satu arti kata “Penyembahan” adalah tanggapan manusia
dengan semua keberadaannya kepada Allah atas semua keberadaan-Nya. Manusia
adalah mahluk penyembah. Dalam ketidaktahuannya, sampai-sampai berhala yang
dibuatnya sendiri dari batu, kayu, dll,
juga disembah. Sepintas kita katakan saya tidak demikian. Tapi pikirkan sebentar. Sesungguhnya berhala
yang disembah itu adalah hasil karya manusia. Artinya, semua hasil ciptaan
manusia bisa diberhalakan, bisa disembah. Itu berarti : kekayaan materi,
kedudukan atau jabatan, kepandaian dan prestasi lainnya, kemashyuran dan
keterkenalan lainnya, tradisi dan budaya, jika dinomorsatukan, jika dianggap
hasil dari diri sendiri, berarti diberhalakan.
Dalam pengertian yang luas seperti itu, jangan-jangan ada anak-anak Tuhan yang mempunyai berhala dalam hidupnya. Mereka menomorsatukan Tuhan DAN berhala-berhala itu. Sikap hati seperti ini, tentu tidak diperkenankan Tuhan. Dia tidak mau disandingkan dengan berhala-berhala lain. Hukum Taurat ke satu (Kel 20:3-5) menegaskan hal ini.
Kel 20:3-5
“Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi.Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku”
Jadi, merenungkan arti kata Penyembahan di atas, maka kita menyembah Tuhan bukan hanya dengan menyanyi dan berdoa, tetapi dengan semua aktivitas kehidupan kita. Sikap hati orang yang menyembah Tuhan mengatakan: “Semua yang ada padaku berasal dari Tuhan dan akan kupergunakan untuk kemuliaan-Nya.”
SHARED BY
LOG
Dalam pengertian yang luas seperti itu, jangan-jangan ada anak-anak Tuhan yang mempunyai berhala dalam hidupnya. Mereka menomorsatukan Tuhan DAN berhala-berhala itu. Sikap hati seperti ini, tentu tidak diperkenankan Tuhan. Dia tidak mau disandingkan dengan berhala-berhala lain. Hukum Taurat ke satu (Kel 20:3-5) menegaskan hal ini.
Kel 20:3-5
“Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi.Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku”
Jadi, merenungkan arti kata Penyembahan di atas, maka kita menyembah Tuhan bukan hanya dengan menyanyi dan berdoa, tetapi dengan semua aktivitas kehidupan kita. Sikap hati orang yang menyembah Tuhan mengatakan: “Semua yang ada padaku berasal dari Tuhan dan akan kupergunakan untuk kemuliaan-Nya.”
SHARED BY
LOG
Thursday, October 18, 2012
Renungan - Perumpamaan Dua Orang Anak
Matius 21:28-32
"Tetapi apakah pendapatmu
tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang
sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. Jawab
anak itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi. Lalu orang itu pergi
kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku
tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga. Siapakah di antara kedua
orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?" Jawab mereka: "Yang
terakhir." Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan
mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang
untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya.
Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya
kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal
dan kamu tidak juga percaya kepadanya."
Perumpamaan tentang dua orang anak hanya terdapat di dalam Injil Matius. Perumpamaan ini ditandai dengan kesederhanaan dan dapat diringkas dengan perkataan Yakobus yang sangat terkenal, "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri" (Yakobus 1:22). Ayat ini mengajarkan bahwa orang yang menolak untuk melakukan apa yang diminta darinya tetapi yang kemudian berubah pikiran dan melakukan tugas itu lebih baik dibandingkan dengan mereka yang berjanji untuk memelihara kewajiban-kewajiban tetapi tidak pernah menepatinya.
Injil Matius menempatkan perumpamaan ini tepat sesudah peristiwa imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi menanyakan tentang kuasa Yesus. Sebaliknya Yesus membalas bertanya kepada mereka mengenai baptisan Yohanes, apakah dari surga atau dari manusia. Dan jawaban mereka adalah, "Kami tidak tahu." Jawaban Yesus terhadap pertanyaan mereka mengenai kuasa Yesus adalah, "Jika demikian, Aku juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu."
Sementara mengajar di Bait Allah dengan imam-imam kepala dan tua-tua Yahudi sebagai pendengar-Nya, Yesus melanjutkan jalan pemikiran ini dengan menceritakan sebuah kisah tentang seorang ayah dan dua orang anaknya. Seorang ayah memiliki kebun anggur yang merupakan salah satu sumber pendapatan bagi keluarga. Karena itu, pekerjaan di kebun anggur dikerjakan secara komunal, yaitu dikerjakan oleh semua anggota keluarga. A yah tersebut pergi kepada anaknya yang sulung dan menyuruhnya pergi bekerja di kebun anggur pada hari itu. Tidak menjadi masalah apakah waktu itu adalah permulaan musim semi di mana anggur-anggur harus dipangkas, atau musim panas di mana lalang-Ialang harus dipotong, atau musim gugur di mana buah anggurnya harus dipanen. Tetapi yang penting adalah permintaan dan tanggapan atas permintaan tersebut. "Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur." Anak pertama ini menunjukkan rasa tidak hormat sama sekali kepada ayahnya. Dia menjawab, "Aku tidak mau". Dia tidak menghargai ayahnya sebagai "bapa," dan bahkan merasa tidak terganggu dengan tidak memberikan alasan atas ketidaksediaannya untuk pergi.
Ayah tersebut harus pergi ke anaknya yang kedua dengan permintaan yang sarna yaitu supaya pergi bekerja di kebun anggur. Anak yang satu ini, dengan menunjukkan adat ketimuran yang sopan, menjawab ayahnya dengan benar dan mengatakan, "Baik, bapa." Tetapi dia tidak pergi. Dia berjanji kepada ayahnya akan bekerja satu hari penuh. Tetapi janji ini hanya merupakan janji yang tidak dimaksudkan untuk ditepati.
Penafsiran :
Yesus langsung mengajukan pertanyaan yang tidak dapat dielakkan oleh pendengarnya, "Siapakah anak yang taat?" Imam-imam kepala dan tua-tua Yahudi tidak dapat bersembunyi lagi di balik ketidaktahuan yang penuh pura-pura. Mereka terpaksa menjawab meskipun menyadari kalau perumpamaan ini berbicara tentang hirarki eklesiastik Israel. Mereka mengatakan bahwa anak yang semula menolak tetapi kemudian berubah pikiran itulah yang melakukan kehendak bapanya.
Yesus mengilustrasikan apa yang sebenarnya dimaksudkan kisah ayah dan dua orang anaknya ini di dalam konteks rohani pada zaman itu. Yesus mengatakan bahwa anak pertama merupakan personifikasi dari para pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal yang hidup di dalam dosa, yang menolak melakukan kehendak Allah. Tetapi ketika Yohanes Pembaptis datang " ... berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu" (Markus 1:4), orang-orang yang dibuang secara moral dan sosial oleh masyarakat itu bertobat, percaya, dan masuk ke dalam Kerajaan Allah. Jadi mereka melakukan kehendak Bapa.
Anak kedua menggambarkan sikap para pemimpin agama pada zaman Yesus. Mereka adalah orang-orang yang melakukan segala sesuatu supaya dilihat oleh manusia: "Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksudkan supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi" (Matius 23:5-7). Mereka adalah orang-orang yang tidak mempraktekkan apa yang mereka khotbahkan. Y ohanes Pembaptis datang dan menunjukkan jalan kebenaran kepada mereka. Mereka mendengarkan perkataannya tetapi tidak percaya. Mereka benar-benar menolak Yohanes. Tetapi mereka melihat bahwa pemungut cukai menerima pesan Yohanes dan dibaptiskan. Meskipun demikian, mereka menolak tujuan Allah untuk diri mereka sendiri, menolak dibaptis oleh Yohanes (Lukas 7:30).
Aplikasi dari perumpamaan ini bersifat dinamis. Pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal telah menolak untuk menaati kehendak Allah. Tetapi mereka berbalik kepada Allah di dalam ketaatan ketika mendengar pesan ten tang pertobatan. Mereka seperti anak yang mengatakan "Aku tidak mau," tetapi kemudian berubah pikiran dan pergi bekerja di kebun anggur. Mereka seperti Zakheus yang berkata kepada Yesus, "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat" (Lukas 19:8).
Pemimpin-pemimpin agama yang agaknya ahli di dalam hukum Allah menunjukkan kerelaan hanya di luarnya saja. Tetapi di dalamnya mereka menolak menerima Firman Allah, baik Firman yang datang melalui tulisan nabi-nabi atau yang dikatakan oleh Yohanes Pembaptis dan Yesus. Mereka seperti anak yang menjawab ayahnya, "Baiklah Bapa," tetapi tidak pergi.
Meskipun perumpamaan ini relatif singkat dan pesannya sederhana, pengajaran yang diajarkan oleh perumpamaan ini sama sekali tidak sepele. Perumpamaan ini terdiri dari pengajaran Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yaitu: menaati Firman Allah, memperhatikan suara-Nya, dan melakukan kehendak-Nya. Seperti yang dikatakan Samuel kepada Saul: "Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik daripada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik daripada lemak domba-domba jantan" (I Samuel 15:22), demikian juga Yesus memerintahkan murid-murid-Nya: "Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu" (Yohanes 15:14). Yesus sendiri berbicara mengenai ketaatan-Nya kepada Allah Bapa-Nya secara terbuka dengan mengatakan, "Sebab Aku telah turun dari surga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. Dan inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman" (Yohanes 6:38, 39).
SHARED BY
LOG
Perumpamaan tentang dua orang anak hanya terdapat di dalam Injil Matius. Perumpamaan ini ditandai dengan kesederhanaan dan dapat diringkas dengan perkataan Yakobus yang sangat terkenal, "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri" (Yakobus 1:22). Ayat ini mengajarkan bahwa orang yang menolak untuk melakukan apa yang diminta darinya tetapi yang kemudian berubah pikiran dan melakukan tugas itu lebih baik dibandingkan dengan mereka yang berjanji untuk memelihara kewajiban-kewajiban tetapi tidak pernah menepatinya.
Injil Matius menempatkan perumpamaan ini tepat sesudah peristiwa imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi menanyakan tentang kuasa Yesus. Sebaliknya Yesus membalas bertanya kepada mereka mengenai baptisan Yohanes, apakah dari surga atau dari manusia. Dan jawaban mereka adalah, "Kami tidak tahu." Jawaban Yesus terhadap pertanyaan mereka mengenai kuasa Yesus adalah, "Jika demikian, Aku juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu."
Sementara mengajar di Bait Allah dengan imam-imam kepala dan tua-tua Yahudi sebagai pendengar-Nya, Yesus melanjutkan jalan pemikiran ini dengan menceritakan sebuah kisah tentang seorang ayah dan dua orang anaknya. Seorang ayah memiliki kebun anggur yang merupakan salah satu sumber pendapatan bagi keluarga. Karena itu, pekerjaan di kebun anggur dikerjakan secara komunal, yaitu dikerjakan oleh semua anggota keluarga. A yah tersebut pergi kepada anaknya yang sulung dan menyuruhnya pergi bekerja di kebun anggur pada hari itu. Tidak menjadi masalah apakah waktu itu adalah permulaan musim semi di mana anggur-anggur harus dipangkas, atau musim panas di mana lalang-Ialang harus dipotong, atau musim gugur di mana buah anggurnya harus dipanen. Tetapi yang penting adalah permintaan dan tanggapan atas permintaan tersebut. "Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur." Anak pertama ini menunjukkan rasa tidak hormat sama sekali kepada ayahnya. Dia menjawab, "Aku tidak mau". Dia tidak menghargai ayahnya sebagai "bapa," dan bahkan merasa tidak terganggu dengan tidak memberikan alasan atas ketidaksediaannya untuk pergi.
Ayah tersebut harus pergi ke anaknya yang kedua dengan permintaan yang sarna yaitu supaya pergi bekerja di kebun anggur. Anak yang satu ini, dengan menunjukkan adat ketimuran yang sopan, menjawab ayahnya dengan benar dan mengatakan, "Baik, bapa." Tetapi dia tidak pergi. Dia berjanji kepada ayahnya akan bekerja satu hari penuh. Tetapi janji ini hanya merupakan janji yang tidak dimaksudkan untuk ditepati.
Penafsiran :
Yesus langsung mengajukan pertanyaan yang tidak dapat dielakkan oleh pendengarnya, "Siapakah anak yang taat?" Imam-imam kepala dan tua-tua Yahudi tidak dapat bersembunyi lagi di balik ketidaktahuan yang penuh pura-pura. Mereka terpaksa menjawab meskipun menyadari kalau perumpamaan ini berbicara tentang hirarki eklesiastik Israel. Mereka mengatakan bahwa anak yang semula menolak tetapi kemudian berubah pikiran itulah yang melakukan kehendak bapanya.
Yesus mengilustrasikan apa yang sebenarnya dimaksudkan kisah ayah dan dua orang anaknya ini di dalam konteks rohani pada zaman itu. Yesus mengatakan bahwa anak pertama merupakan personifikasi dari para pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal yang hidup di dalam dosa, yang menolak melakukan kehendak Allah. Tetapi ketika Yohanes Pembaptis datang " ... berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu" (Markus 1:4), orang-orang yang dibuang secara moral dan sosial oleh masyarakat itu bertobat, percaya, dan masuk ke dalam Kerajaan Allah. Jadi mereka melakukan kehendak Bapa.
Anak kedua menggambarkan sikap para pemimpin agama pada zaman Yesus. Mereka adalah orang-orang yang melakukan segala sesuatu supaya dilihat oleh manusia: "Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksudkan supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi" (Matius 23:5-7). Mereka adalah orang-orang yang tidak mempraktekkan apa yang mereka khotbahkan. Y ohanes Pembaptis datang dan menunjukkan jalan kebenaran kepada mereka. Mereka mendengarkan perkataannya tetapi tidak percaya. Mereka benar-benar menolak Yohanes. Tetapi mereka melihat bahwa pemungut cukai menerima pesan Yohanes dan dibaptiskan. Meskipun demikian, mereka menolak tujuan Allah untuk diri mereka sendiri, menolak dibaptis oleh Yohanes (Lukas 7:30).
Aplikasi dari perumpamaan ini bersifat dinamis. Pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal telah menolak untuk menaati kehendak Allah. Tetapi mereka berbalik kepada Allah di dalam ketaatan ketika mendengar pesan ten tang pertobatan. Mereka seperti anak yang mengatakan "Aku tidak mau," tetapi kemudian berubah pikiran dan pergi bekerja di kebun anggur. Mereka seperti Zakheus yang berkata kepada Yesus, "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat" (Lukas 19:8).
Pemimpin-pemimpin agama yang agaknya ahli di dalam hukum Allah menunjukkan kerelaan hanya di luarnya saja. Tetapi di dalamnya mereka menolak menerima Firman Allah, baik Firman yang datang melalui tulisan nabi-nabi atau yang dikatakan oleh Yohanes Pembaptis dan Yesus. Mereka seperti anak yang menjawab ayahnya, "Baiklah Bapa," tetapi tidak pergi.
Meskipun perumpamaan ini relatif singkat dan pesannya sederhana, pengajaran yang diajarkan oleh perumpamaan ini sama sekali tidak sepele. Perumpamaan ini terdiri dari pengajaran Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yaitu: menaati Firman Allah, memperhatikan suara-Nya, dan melakukan kehendak-Nya. Seperti yang dikatakan Samuel kepada Saul: "Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik daripada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik daripada lemak domba-domba jantan" (I Samuel 15:22), demikian juga Yesus memerintahkan murid-murid-Nya: "Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu" (Yohanes 15:14). Yesus sendiri berbicara mengenai ketaatan-Nya kepada Allah Bapa-Nya secara terbuka dengan mengatakan, "Sebab Aku telah turun dari surga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. Dan inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman" (Yohanes 6:38, 39).
SHARED BY
LOG
Subscribe to:
Posts (Atom)